REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Pendidikan, Dony Kusuma mendukung kebijakan penghapusan ujian nasional (UN). Namun, konsep pengganti UN masih perlu penjabaran.
Menurut dia, UN saat ini tidak begitu memiliki banyak manfaat. UN bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja guru dan sekolah dengan melihat nilai hasil UN para siswa.
“UN saat ini tidak memiliki banyak manfaat selain untuk evaluasi kinerja guru dan sekolah. Padahal biayanya besar,” ujar Dony kepada Republika, Kamis (12/12).
Selain tidak memilik banyak manfaat, lanjut Dony, UN dianggap tidak memiliki fungsi strategis, bahkan kerap kali terjadi demotivasi siswa dalam belajar. Oleh karenanya lanjut Dony, pemerintah memang perlu mengevaluasi peran UN. Namun bukan sebatas pada evaluasi sambungnya, pemerintah khususnya Mendikbud harus juga mencari alternatif lain pengganti UN.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayan (Mendikbud) Nadiem Makarim tengah mengkaji rencana penghapusan ujian nasional (UN) yang akan diterapkan mulai 2021.
“Sebagai evaluasi oleh pemerintah, Nadiem perlu mencari alfernatif bentuk evaluasi yang lebih baik;” ujarnya.
Saat ditanyakan mengenai assessment kompetensi minimum dan survei karakter yang coba ditawarkan Nadiem. Dony belum mengiyakan. Menurutnya konsep yang coba ditawarkan Nadiem masih perlu penjabaran.
“Sejauh ini belum jelas apa maksudnya asesmen kompetensi minimum. Kalau hanya literasi dan numerasi, asesmen ini tak dapat menggantikan UN yang mengamanatkan asesmen pada mata pelajaran tertentu dan bersifat nasional. Kecuali PP 19 diganti isinya,” kata dia.
Dony menerangkan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan harus dirombak total. Kemudian diganti dengan konsep baru dan mutakhir tentang Standar Nasional Pendidikan terkini.
“Kebijakan pendidikan yang keliru harus diperbaiki,” ucapnya.