REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim berpesan agar tidak meremehkan guru dan kepala sekolah. Hal itu berkaitan dengan keraguan sejumlah pihak soal kesiapan guru dalam membuat soal Ujian Sekolah (US).
"Jangan pernah meremehkan guru dan kepala sekolah. Tugas mereka luar biasa sulitnya. Saya saja mungkin nggak bisa jadi guru. Karena begitu kompleks tugasnya. Begitu sangat rumit," kata Nadiem, ditemui dalam konferensi pers di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin (23/12).
Ia menuturkan, banyak yang berpendapat menyerahkan ujian sekolah sepenuhnya kepada sekolah memiliki risiko yang besar. Padahal, menurut dia, lebih merugikan apabila aturan menutup sistem soal pilihan ganda yang selama ini berstandar nasional.
"Itulah yang menutup development daripada murid-murid kita sekarang," kata Nadiem menegaskan.
Risiko untuk membiarkan guru berinovasi menurut Nadiem sangat rendah. Sebab, dengan demikian guru-guru mulai melakukan introspeksi diri. Selain itu, guru juga akan mengerti bagaimana proses refleksi yang sebenarnya.
Nadiem juga menyebutkan, memberi kebebasan bagi sekolah untuk membuat soal ujian sekolah bukan berarti tidak berstandar. Saat ini, secara nasional Indonesia sudah memiliki standar kurikulum 2013. Kompetensi tersebut adalah yang kemudian menjadi standar.
"Yang dibebaskan adalah, untuk mengambil itu kompetensi dan menciptakan soal-soal dan sistem penilaian lainnya yang bisa mengevaluasi kompetensi itu," kata dia lagi.
Sementara itu, perwakilan Serikat Guru Indonesia (SGI) Bengkulu, Nehan, memperkirakan guru akan kebanyakan menggunakan format USBN tahun lalu. Menurut dia, pemerintah perlu mengadakan pelatihan selama persiapan ujian kelulusan yang akan berlangsung pada 2020.
"Saya rasa akan menggunakan format tahun lalu, kecuali kalau diadakan pelatihan dulu, dalam waktu yg masih ada ini setidaknya ada sosialisasi dulu," kata Nehan menjelaskan.