REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk melindungi anak dari kekerasan di sekolah. Hal itu diungkapkan Komisioner KPAI, Retno Listyarti saat melakukan audiensi dengan Kemendikbud, Kamis (26/12).
Retno mengatakan, berdasarkan audiensi tersebut Mendikbud Nadiem Makarim memiliki kepekaan dan tidak mentoleransi kekerasan. Namun, sejak otonomi daerah, Kemendikbud tidak memiliki kewenangan menegakkan sanksi terhadap guru pelaku kekerasan.
"Karena kewenangannya di daerah. Sementara, banyak daerah mengabaikan penegakkan hukum terhadap pendidik yang menjadi pelaku kekerasan di sekolah," kata Retno, dalam keterangannya, Kamis.
Hal ini, menurut dia menjadi pekerjaan rumah yang tidak boleh diabaikan. Semua pemangku kebijakan di dalam dunia pendidikan harus memikirkan bagaimana memecahkan masalah ini demi melindungi anak-anak selama berada di sekolah.
Terkait hal ini, KPAI pun merekomendasikan, agar Kemendikbud melatih apra guru untuk mencegah dan menangani kekerasan di sekolah. "Sekaligus mensosialisasikan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan," kata dia lagi.
Berdasarkan hasil pengawasan KPAI, pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah selama empat tahun terakhir tidak mengacu pada Permendikbud tersebut. Perlu dilakukan sosialisasi dan pealtihan untuk apra guru dan kepala sekolah.
"Minimal, kata dia, guru dan sekolah mengetahui dahulu ada cara pencegahan dan penanganan kekerasan ketika terjadi di sekolahnya," kata Retno.
Presiden Joko Widodo, lanjut Retno sempat menargetkan penurunan angka kekerasan anak di setor private dan publik. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga publik harus didorong memiliki sistem pengaduan yang melindungi anak saksi dan anak korban kekerasan untuk bicara dan mengadu.