REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengatakan akan terus melakukan komunikasi dengan pemangku kepentingan pendidikan lainnya termasuk yang berasal dari masyarakat. Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Ainun Naim mengatakan sejak awal Mendikbud Nadiem Makarim sudah melakukan dialog dengan masyarakat.
"Saya lihat Mas Menteri sejak awal melakukan dialog dengan masyarakat, dari berbagai bidang pendidikan, pimpinan PTN/PTS, organisasi masyarakat, dan sebagainya," kata Ainun saat dihubungi Republika, Jumat (3/1).
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM) Kemendikbud Ade Erlangga menilai keterlibatan pemangku pendidikan seperti organisasi guru sangat penting. Saat ini, Kemendikbud sedang merancang blueprint atau cetak biru pendidikan nasional. Terkait hal tersebut, Ade berpendapat organisasi guru memang akan berperan penting.
Ade mengatakan, masukan dari organisasi guru dan berbagai pemangku kepentingan amat diharapkan. Bukan hanya pada saat pembuatan cetak biru namun juga saat sudah dilakukan implementasi kebijakan-kebijakan pendidikan.
"Bukan hanya pada saat pembuatan, tapi juga saat implementasi ya. Karena pendidikan adalah menjadi kepentingan bersama. Capaian ya harus kita bangun bersama," kata Ade menegaskan.
Sebelumnya, Ketua Board National Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Qudrat Nugraha berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) lebih banyak mengikutsertakan pihak yang berkepentingan dalam pendidikan. Ia menilai, selama ini pelibatan banyak pihak kurang dilakukan.
"Kita punya pengalaman buruk di masa lalu, pelibatan para pihak hanya sekadar sebagai stempel validitas semu dan dilibatkan secara tergesa-gesa," kata Qudrat, dalam keterangannya, Kamis (2/1).
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan pihaknya sedang merancang blueprint atau cetak biru pendidikan nasional yang ditargetkan selesai enam bulan ke depan. Menurut Qudrat, hasil cetak biru tersebut tidak akan komprehensif bila tidak secara masif dan aktif melibatkan pihak yang berkepentingan.
Ia juga beranggapan, banyak pendidikan kebijakan pendidikan masa lalu yang tidak pas dan banyak kendala disaat implementasinya. Misalnya, banyak mata pelajaran yang harus dipelajari siswa sehingga belajar tidak fokus dan merenggut waktu kehidupan anak.
Contoh selanjutnya adalah banyaknya aturan yang mengekang kebebasan guru. "Harus membuat RPP yang panjang, ketat dan kaku. Akibatnya proses belajar mengajar oleh guru terganggu sehingga capaian standar kompetensi siswa diragukan hasil capaiannya," kata Qudrat menjelaskan.
Ia berpesan kepada Kemendikbud untuk berani dan cepat dalam mengambil kebijakan. Sebab, faktor kecepatan dan keakuratan kebijakan pendidikan adalah faktor keberhasilan pendidikan di era 4.0 ini.
"Satu misal, saat ini banyak peraturan bidang pendidikan yang sudah tidak pas atau tidak cocok lagi dengan zamannya. Kalau nunggu diubah dulu UU nya atau dibuat dulu peraturannya maka situasinya menjadi sangat terlambat. Karena itu kita usulkan manajemen situasional ekstra ordinary perlu dilakukan bekerja sama dengan para pihak terkait," kata dia lagi.