REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tidak lagi menerbitkan pos Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Hal ini berkaitan dengan program merdeka belajar dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah terkait USBN dan keputusan kelulusan siswa ke jenjang pendidikan yang berikutnya.
Ketua BSNP, Abdul Mu'ti mengatakan pelaksanaan USBN, dapat mengacu pada Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015. "Terkait dengan Permendikbud Nomor 43 Tahun 2019, USBN ditiadakan. Karena ditiadakan maka pos USBN tidak diperlukan. Nah, pelaksanaan ujian itu dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan," kata Ketua BSNP, Abdul Mu'ti, dalam konferensi pers di Kantor BSNP, Jakarta, Selasa (21/1).
Di tahun-tahun sebelumnya, USBN diselenggarakan di sekolah atau satuan pendidikan namun masih disediakan soal anchor dari Kemendikbud. Soal anchor biasanya menjadi acuan dalam pembuatan soal USBN yang kemudian diselenggarakan di masing-masing sekolah atau satuan pendidikan.
Apabila melihat aturan yang lama, USBN tidak sepenuhnya dibuat sekolah namun sebagian berasal dari soal-soal anchor tersebut. "Tetapi, dengan ujian sekolah ini kalau kita mengacu pada Permendikbud 53 Tahun 2015 pelaksanaan sepenuhnya itu oleh satuan pendidikan, guru dan kemudian soal-soal mereka susun sesuai dengan kemampuan mereka," kata Abdul.
Mendikbud Nadiem Makarim sebelumnya telah resmi memberikan kebebasan bagi sekolah untuk melakukan ujian sekolah. Menurut Nadiem, hal ini menjadi salah satu langkah dalam tujuannya yakni menciptakan kemerdekaan dalam belajar.
Nadiem menuturkan, selama ini semangat Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sudah jelas yakni murid dievaluasi oleh guru dan kelulusan ditentukan melalui suatu penilaian yang dilakukan sekolah. Pada saat ini, kata Nadiem yang terjadi adalah dengan adanya Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) semangat kemerdekaan itu tidak optimal.
"Karena dia harus mengikuti soal berstandar, kebanyakan pilihan ganda dan format yang hampir sama seperti UN," kata Nadiem.
Ia berpendapat, apabila mengikuti Kurikulum 2013 akan sangat sulit apabila hanya diuji dengan pilihan ganda. Sebab, soal semacam itu tidak cukup untuk mengetahui kompetensi siswa. Oleh sebab itu, pada 2020 USBN akan diganti dan dikembalikan kepada setiap sekolah untuk menyelenggarakan ujian kelulusannya sendiri dengan mengikuti kompetensi dasar yang ada di kurikulum.
Walaupun demikian, ia melanjutkan perubahan ini tidak diwajibkan kepada setiap sekolah. Bagi sekolah yang belum nyaman melakukan perubahan dalam USBN bisa melakukan format seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun, Nadiem menegaskan bagi sekolah yang ingin melakukan penilaian dengan cara yang lebih holistik maka dipersilakan.
Ia berharap, dengan demikian sekolah yang ingin melakukan perubahan bisa membuat sistem penilaian yang tidak hanya tes seperti soal pilihan ganda. Kesempatan untuk bebas menentukan penilaian ini diharapkan Nadiem bisa memberi kemerdekaan guru untuk menciptakan konsep penilaian yang holistik dan menguji kompetensi dasar yang ada.