Rabu 22 Jan 2020 13:55 WIB

PGRI Ingin Daerah Diberi Kewenangan Lebih Atur Zonasi

PGRI minta pemerintah tidak menyamaratakan kebijakan tentang sistem zonasi.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Dwi Murdaningsih
Jajaran pengurus Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) usai menemui Wakil Presiden Maruf Amin di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (22/1).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Jajaran pengurus Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) usai menemui Wakil Presiden Maruf Amin di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (22/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menemui Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Rabu (21/1). Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mengungkap, pembahasan dengan Wapres Ma'ruf menyangkut banyak hal mulai dari sistem zonasi, pengelolaan guru, masalah guru honorer hingga ujian nasional.

Unifah mengatakan, PGRI meminta Pemerintah tidak menyamaratakan kebijakan tentang sistem zonasi. "Kami mohon dengan amat sangat bahwa zonasi tidak disamaratakan dengan kebijakan pemerintah. Karena banyak sekali faktor geografis dan pendorong prestasi anak, penyebaran sekolah, dan lain sebagainya," ujar Unifah di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (22/1).

Baca Juga

Unifah berharap agar daerah diberikan lebih banyak kewenangan untuk mengatur sistem zonasi. Sebab, daerah lah yang mengetahui betul tentang pemerataan dan kualitas sekolah di daerah.

"Kita minta agar daerah diberikan lebih banyak kewenangan untuk mengatur agar yang disebut dengan persamaan, pemerataan dan kualitas itu bisa didorong bersama," ujar Unifah.

Selain itu, Unifah juga mengatakan, PGRI juga membahas masalah persoalan pengelolaan guru agar tidak terpusat, pembagian kewenangan antara SD, SMP oleh kabupaten/kota dan SMA/SMK oleh provinsi agar tidak ada segregasi, kemudian terkait masalah pengangkatan guru honorer, perundungan hingga ujian nasional.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengubah jumlah presentase dalam kebijakan PPDB 2020. Persentase yang berubah sebagai berikut:1. Jalur zonasi minimal 50 persen2. Jalur afirmasi minimal 15 persen3. Jalur perpindahan orangtua/wali maksimal 5 persen4.

Jika ada sisa kuota, jalur prestasi dapat dibuka, bisa berdasarkan UN ataupun prestasi akademik dan non-akademik lainnya. Jalur ini, dengan demikian, maksimal 30 persen.

Nadiem beranggapan, fleksibelitas ini dilakukan untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.Komposisi PPDB jalur zonasi, dapat menerima siswa berdasarkan zona minimal 50 persen.

Sementara itu, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal lima persen. Jumlah maksimal untuk jalur prestasi ditingkatkan menjadi 0 hingga 30 persen. Nadiem menegaskan, daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi. Pada dasarnya, ia ingin membuat kebijakan yang bisa memeratakan, namun juga mengakomodasi perbedaan di daerah-daerah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement