REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro berharap riset kesehatan Indonesia bisa terus berkembang. Saat ini, peneliti Indonesia sedang banyak mengembangkan obat-obat herbal, namun diharapkan penelitian tersebut bisa berkembang ke obat-obatan modern.
"Dengan kekayaan biodiversitas kita banyak peneliti kita yang makin rajin melakukan ekstraksi dari kekayaan biodiversitas dari berbagai macam tanaman yang tidak familiar bagi kita, kemudian menjadi awalnya obat herbal terdaftar. Tapi yang kita ingin dorong adalah obat yang sudah melalui uji klinis," kata Bambang, ditemui saat Rakornas Kemenristek/BRIN, di kawasan Puspiptek, Tangerang Selatan, Kamis (30/1).
Selama ini, Bambang menjelaskan ada dua sektor yang penelitiannya paling banyak dan menonjol dilakukan oleh peneliti di Indonesia. Pertama adalah persoalan-persoalan di sektor kesehatan dan terbanyak lainnya terkait dengan bidang pertanian. Kedua sektor tersebut banyak dilakukan penelitian baik di perguruan tinggi, lembaga penelitian, swasta dan masyarakat.
"Kesehatan ini memang terutama pada obat. Jadi memang manusia secara natural akan berupaya mencari cara agar menyehatkan dirinya. Selain gerakan masyarakat sehat, mau tidak mau kita hari ini harus berkutat dengan masalah obat," kata Bambang menjelaskan.
Selain itu, terkait dengan bahan baku obat dan alat kesehatan masih mayoritas dipenuhi bukan dari dalam negeri atau impor. Maka, kata dia sangat wajar apabila kegiatan penelitian di bidang kesehatan khususnya obat dan alat kesehatan yang melibatkan ilmu teknik menjadi dominan.
Namun, masalah utamanya, kata Bambang adalah masih besarnya jarak antara penelitian dan komersial. Sehingga, belum banyak hasil penelitian yang bisa dihilirisasi dan bisa memberikan keuntungan yang nyata baik bagi peneliti dan juga bagi masyarakat luas.
Masalah lainnya, terkait alat kesehatan, Bambang menilai masih banyak dokter yang tidak mau beralih ke barang dalam negeri. "Memang agak sulit untuk bisa mendorong dokter untuk mulai beralih kepada alat kesehatan yang dibuat oleh putra Indonesia sendiri," kata Bambang.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan memang saat ini bahan baku obat masih 90 persen impor. Hal tersebut, kata dia berkaitan erat dengan iklim investasi yang ada di Indonesia. Menurutnya, selama iklim investasi nyaman maka akan banyak perusahaan yang memproduksi barangnya di Indonesia.
Ia mengatakan, agar hal tersebut terwujud koordinasi antara kementerian yang terkait harus dilakukan. "Mengkoordinasikan dengan kementerian lain supaya iklim investasi terutama di bidang kesehatan menjadi lebih simpel lebih mudah. Saya yakin kalau itu terjadi bahan baku kita tidak akan 10 persen lagi, ya kira-kira dalam waktu singkat 70 persen," kata Terawan.