REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim, menjelaskan dua paket kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yakni Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka. Selama 100 hari dirinya menjabat, ia ingin memotong rantai yang menghambat inovasi.
"Jadi seratus hari ini, semua kita analisis mana yang bisa dilakukan sekarang, untuk mulai memotong rantai-rantai sekat-sekat regulasi yang menghalangi proses inovasi di dalam unit pendidikan kita. Lebih lanjut lagi masuk ke peningkatan kualitas guru, kurikulum dan lain-lain, itu masih butuh waktu lebih lama untuk mematangkan konsep merdeka belajar ini," kata Nadiem, dalam keterangannya, Jumat (31/1).
Strategi Merdeka Belajar merupakan strategi untuk memerdekakan berbagai hal dalam penyelenggaraan pendidikan seperti regulasi yang membebani guru-guru untuk bisa melakukan tugas utama mereka yaitu melaksanakan pembelajaran. Demikian juga dengan Ujian Nasional (UN) yang sifatnya per subjek dan begitu banyak materi sehingga terpaksa melalui metode hafalan.
“Itu bukan salahnya guru melainkan salah kontennya yang begitu banyak. Jadi di sana kita lepas biar sekarang kita fokus ke asesmen kompetensi sehingga tidak ada materi yang harus dihafal melainkan daya analisis,” kata dia.
Sementara itu, di dalam kebijakan Kampus Merdeka, Nadiem ingin memberi keleluasaan bagi perguruan tinggi. Kebebasan pertama yakni untuk membuka program studi (prodi) baru dan membebaskan kemitraan kampus dengan pihak ketiga yang masuk kategori kelas dunia.
Kedua, kemudahan proses reakreditasi yang selama ini begitu rumit dan mengambil waktu para dosen dan rektor sehingga tidak fokus kepada mahasiswanya. Ketiga, kemudahan bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk naik kelas menjadi Perguruan Tinggi Negeri-Badan Hukum (PTN-BH) sehingga memiliki keleluasaan untuk melakukan kerja sama.
"Yang terakhir yang favorit saya dari kampus merdeka adalah upaya pembebasan SKS mahasiswa, di mana tiga dari delapan semester diambil di luar program studi," katanya.
Upaya pembebasan SKS mahasiswa sebanyak tiga semester dari total delapan semester program S1 dapat diambil di luar prodi maupun di luar kampus. Aktivitas ri luar kampus bisa melalui magang, riset, pengabdian kepada masyarakat, dan lain-lain. Hal ini merupakan hak setiap mahasiswa.
Mengenai adanya resistensi di masyarakat mengenai kebijakan baru ini, Nadiem mengatakan bahwa hal tersebut wajar. Sebab, ia meyakini jika ingin melakukan perubahan maka harus dilakukan secara drastis.
“Saya harap semua orang mengerti bahwa di Indonesia tidak ada satupun bidang pemerintahan yang tidak harus ada lompatan. Semuanya butuh lompatan. Memang negara kita begitu besar dan kita harus mengejar. Kalau tidak ada yang resisten artinya perubahan besar tersebut tidak cukup berdampak. Jadi saya melihat resistensi positif itu jadi tantangan buat kita,” kata dia lagi.