REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengubah kebijakan penyaluran dan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Salah satu langkahnya adalah meningkatkan persentase maksimal alokasi dana BOS untuk menggaji guru dan tenaga kependidikan honorer menjadi 50 persen, sementara pada tahun sebelumnya hanya 15 persen.
"Penggunaan BOS sekarang lebih fleksibel untuk kebutuhan sekolah. Melalui kolaborasi dengan Kemenkeu dan Kemendagri, kebijakan ini ditujukan sebagai langkah pertama untuk meningkatan kesejahteraan guru-guru honorer dan juga untuk tenaga kependidikan. Porsinya hingga 50 persen," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, di Kantor Kementerian Keuangan, Senin (10/2).
Nadiem menjelaskan, penyaluran dana BOS akan dilakukan langsung ke rekening sekolah. Tahapannya akan dilakukan sebanyak tiga kali per tahun. Ia meyakini, dengan demikian dapat mempercepat proses penerimaan dana BOS dan mengurangi beban administrasi sekolah.
Selama ini, kata dia, sekolah sering kali menerima BOS sehingga berdampak pada operasional sekolah. Jadi, banyak kepala sekolah yang terpaksa menalangi terlebih dulu biaya operasional mereka. Keterlambatan dana bos sangat mengganggu proses pembelajaran siswa karena kepala sekolah dan guru justru sibuk mencari jalan keluar mengatasi keterlambatan BOS.
Ia mengatakan, setiap sekolah memiliki kondisi yang berbeda baik itu secara lingkungan sosial ataupun ekonominya. Oleh sebab itu, masing-masing sekolah juga memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Itulah yang menyebabkan. "Dengan perubahan kebijakan ini, pemerintah memberikan otonomi dan fleksibilitas penggunaan dana BOS," kata Nadiem menambahkan.
Menurut dia, hal ini senada dengan esensi kebijakan Merdeka Belajar. Ia juga mengatakan, keputusan ini merupakan jawaban Kemendikbud dari banyaknya permintaan guru khususnya honorer atas kelayakan upah. "Ini bukan solusi, tapi sebuah langkah," kata dia.
Dana BOS merupakan pendanaan biaya operasional bagi sekolah yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) nonfisik. Percepatan proses penyaluran dana BOS ditempuh melalui transfer dana dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) langsung ke rekening sekolah. Sebelumnya penyaluran harus melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Provinsi. Tahapan penyaluran dilaksanakan sebanyak tiga kali setiap tahunnya dari sebelumnya empat kali per tahun.
“Kita membantu mengurangi beban administrasi Pemerintah Daerah dengan menyalurkan dana BOS dari Kemenkeu langsung ke rekening sekolah sehingga prosesnya lebih efisien,” kata Nadiem.
Merujuk pada Petunjuk Teknis (juknis) BOS Reguler Tahun 2020, peningkatan transparansi penggunaan dana BOS oleh sekolah akan semakin optimal. Kemendikbud mengharapkan laporan pemakaian dana BOS mampu menggambarkan keadaan penggunaan BOS yang riil dan seutuhnya.
Ke depannya, penyaluran dana BOS tahap ketiga hanya dapat dilakukan jika sekolah sudah melaporkan penggunaan dana BOS untuk tahap satu dan tahap dua. Sekolah juga wajib mempublikasikan penerimaan dan penggunaan dana BOS di papan informasi sekolah atau tempat lain yang mudah diakses masyarakat.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan perubahan mekanisme penyaluran dana BOS membutuhkan pengawasan khusus dari Kemendagri. Ia mengatakan, perlu adanya keseimbangan antara fleksibilitas dan otonomi yang diberikan kepada sekolah dengan akuntabilitas dana BOS.
Ia mengatakan, jangan sampai proses belajar mengajar justru terbebani dengan urusan administrasi dana BOS. "Kita tahu mengawasinya tidak gampang, apalagi anggaran cukup besar. Proses belajar mengajar jangan nanti justru terbebani dengan proses pengadaan administrasi, padahal core business-nya adalah mengajar," kata Tito.
Kemendagri, kata dia akan terus bekerja sama dengan pemerintah daerah terkait dengan pengawasan dana BOS ini. Sebab, hingga saat ini jejaring Pemda dalam hal ini dinas pendidikan tidak bisa dipisahkan untuk menjadi pembina dan pengawas penggunaan dana dari pusat ke daerah.
Ia juga mengatakan, Kemendagri dan Kemendikbud akan mengeluarkan surat edaran bersama dua menteri untuk daerah. "Memberikan petunjuk dan arahan kepada Pemda, spesifiknya dinas pendidikan di kabupaten/kota, provinsi, untuk membina dan mengawasi. Tapi akan betul-betul disusun secara teknis, jangan sampai mengurangi otonomi dan fleksibilitas kepala sekolah dalam mengelola anggarannya," kata Tito.