REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan prihatin atas sejumlah aksi perisakan remaja yang belakangan viral di media sosial. Salah satu kasus yang mengemuka terjadi di SMP swasta Puworejo, Jawa Tengah.
Insiden kekerasan diketahui dari video berdurasi 28 detik di internet. Tiga siswa laki-laki merisak seorang siswi perempuan dengan menendang dan memukul dengan gagang sapu. Korban yang diduga berkebutuhan khusus menangis tak berdaya.
"KPAI menyayangkan perundungan terjadi di lingkungan sekolah saat masih jam sekolah, di dalam kelas dan tidak ada pengawasan oleh pihak sekolah, misalnya guru piket," kata Komisioner KPAI di bidang pendidikan, Retno Listyarti, kepada Republika.co.id.
Selain itu, tidak ada CCTV di dalam kelas sehingga perilaku siswa tidak dapat dideteksi oleh pihak sekolah. Begitu pula anak lain di sekitar anak pelaku dan anak korban yang tidak melaporkan pada guru piket atau guru wali kelas.
Menurut dia, kekerasan di dunia pendidikan terjadi karena sekolah tidak memiliki sistem pengaduan yang melindungi anak korban dan anak saksi. Supaya hal serupa tidak terjadi, KPAI mendorong sekolah memiliki sistem pengaduan yang mumpuni.
Sistem pengaduan sebaiknya tidak berwujud fisik seperti ruangan, tetapi bisa melalui sistem daring. Dengan begitu, anak merasa aman dan nyaman mengadu apabila melihat atau mengalami perisakan. Pelaporan juga akan fleksibel tanpa batas waktu.
Hal yang lebih penting, sekolah harus saksama melakukan tindak lanjut terhadap setiap laporan dari siswa. Tentunya, dengan tetap melindungi pelapor/pengadu karena penanganan yang tidak melindungi korban akan berpotensi membuat pengadu/korban semakin terancam.
Saat ini kasus di SMPS Purworejo tengah ditangani oleh Kepolisian Polres Purworejo. KPAI menyatakan, insiden tersebut selayaknya diproses sesuai peraturan perundangan yang berlaku, yaitu UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
"KPAI akan memastikan hak-hak anak korban untuk rehabilitasi medis dan rehabilitasi psikis dipenuhi pemerintah daerah, termasuk pemenuhan hak-hak anak pelaku seperti hak atas pendidikan dan hak untuk mendapatkan rehabilitasi psikis," ungkap Retno.