REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pendidikan Islam Jejen Musfah mengatakan wacana penunutupan SMP Muhammadiyah Butuh Purworejo tidak tepat. Hal itu menanggapi perundungan siswi berkebutuhan khusus di SMP Muhammadiyah Butuh Purworejo.
Ia mengatakan seharusnya Pemerintah Daerah bertanggungjawab memfasilitasi sekolah dan madrasah yang melaksanakan pendidikan inklusi. "Kepala daerah jangan asal bicara, sehingga terkesan tidak memahami persoalan," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (16/2).
Ia menjelaskan, sekolah atau madrasah wajib memiliki guru yang kompeten termasuk menguasai penanganan siswa difabel. Masalahnya, masih banyak guru, sekolah, dan madrasah, yang tidak memiliki kemampuan dan kesiapan melayani siswa berkebutuhan khusus.
"Hanya sedikit sekolah atau madrasah yang menerima anak berkebutuhan khusus karena ketiadaan Sumber Daya Manusia (SDM)," kata dia.
Karena itu, menurut Jejen, diperlukan pelatihan bagi para guru agar kasus serupa tidak terjadi kembali. Pelatihan guru ini terkait pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus, penyediaan guru bimbingan konseling dan guru untuk anak berkebutuhan khusus.
Sebelumnya, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyayangkan rencana Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang akan menutup SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo. Rencana penutupan tersebut akibat adanya kejadian perundungan tiga siswa terhadap siswi berkebutuhan khusus CA. "Kami menyayangkan pernyataan Gubernur Ganjar yang akan menutup SMP Muhammadiyah Butuh," kata Mu'ti.
Mu'ti mengatakan jika itu benar dilakukan maka hal tersebut merupakan keputusan yang bertentangan dengan Undang-undang Sisdiknas 20/2003. Dalam regulasi tersebut, masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.