REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Ghafur Dharma Putra mengatakan, lingkungan dan dunia maya mempengaruhi aksi kekerasan antarmurid. Murid yang masih kanak-kanak menurut Gafur belum sepenuhnya mengetahui bahaya tindakan yang dilakukan.
"Begitu melihat adanya kasus seperti itu bukannya mensoraki. Dengan demikian ada suatu upaya untuk mengakhiri kasus bullying itu," kata Ghafur, dalam keterangan yang diterima Republika, Selasa (25/2).
Saat ini pemerintah sudah membuat aturan untuk mencegah aksi kekerasan di sekolah sekolah melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No.82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Pemerintah juga telah menggulirkan program Sekolah Ramah Anak.
Namun tetap saja kasus-kasus kekerasan terus terjadi. Hal tersebut salah satunya dikarenakan belum banyak sekolah yang memahami berbagai peraturan yang dibuat pemerintah untuk mencegah kekerasan di lingkungan sekolah.
"Ketika sudah ada aturannya sekolah harus mengerti apa yang harus dilakukan," kata dia lagi.
Pemerintah, lanjut dia, tak akan tinggal diam dan akan memberikan efek jera kepada pelaku dan pihak yang terlibat dalam tindak perundungan. Hukuman yang diberikan sebagai efek jera agar pelaku tak mengulangi perbuatannya.
Selain hukuman yang tegas, menurut Ghafur yang menjadi garda terdepan dalam pencegahan kasus perundungan adalah orang tua. Peran orang tua dalam memberikan nilai kebaikan, mengawasi tumbuh kembang anak, aktivitas anak di sekolah, lingkungan pertemanan anak, dan mendengarkan aspirasi anak sangat penting.