REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan perlu upaya dalam mengubah paradigma kebudayaan dari defensif menjadi ofensif. Dia menargetkan jika tidak pada tahun ini maka pada 2021 setidaknya budaya Indonesia akan tampil di panggung dunia.
"Kami ingin mengubah paradigma kebudayaan dari yang defensif, yang dijaga tanpa dinikmati dan berpartisipasi menjadi budaya yang ofensif. Bukan sekadar menunjukkan budaya kita, tapi tampil di panggung budaya," ujar Nadiem pada pembukaan Rakornas Kebudayaan di Jakarta, Rabu malam.
Untuk itu, perlu adanya inovasi. "Tidak harus tampil di panggung di luar negeri, tapi bisa menghadirkan kegiatan internasional yang digabung bersama dengan budaya kita," tambah dia.
Nadiem menambahkan penting memandang budaya sebagai bagian dari seni dan aktivitas keseharian masyarakat. Ia memberikan contoh mengapa Bali dan Yogyakarta menjadi destinasi wisata. Hal itu tak lain karena kebudayaan yang ditonjolkan dan banyak membuat wisatawan ingin datang ke sana.
Selain perubahan paradigma, Nadiem juga menyinggung pendekatan lainnya dalam kebudayaan yakni organisasi dan peningkatan anggaran. Sejak diundangkan pada 29 Mei 2017, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan telah menjadi koridor besar bagi program kebudayaan di tingkat pusat dan daerah.
Undang-undang itu merupakan dasar konsolidasi kerja kebudayaan, sehingga pengelolaan budaya lebih terasa dampaknya bagi masyarakat. "Melalui rapat koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah ini, upaya-upaya pemajuan kebudayaan dapat dikelola secara cermat. Banyak amanat pemajuan kebudayaan yang telah berhasil diwujudkan terhitung sejak saat diundangkan," ujar Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid.
Amanat yang sudah diwujudkan seperti penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kabupaten/Kota dan Provinsi telah berhasil disusun dalam jumlah besar. Hingga hari ini, telah tersusun 375 PPKD Kabupaten/Kota dan 34 PPKD Provinsi. Penyusunan Strategi Kebudayaan juga telah berhasil diwujudkan dalam dokumen yang dihasilkan lewat Kongres Kebudayaan Indonesia 2018.
Sedangkan penyusunan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) telah berhasil disusun dengan kerjasama 62 Kementerian/Lembaga/BUMN dan siap untuk ditetapkan. Rapat Koordinasi yang bertemakan “Gotong Royong Memajukan Kebudayaan” itu mengundang Kabupaten/Kota dan Provinsi yang sudah menyusun PPKD.
"Dengan berangkat dari PPKD sebagai landasan pemajuan kebudayaan di daerah, akan tercipta berbagai upaya tindak lanjut yang dapat menggulirkan pemajuan kebudayaan secara lebih sistematis dan terintegrasi dengan tingkat nasional."
Dalam Rapat Koordinasi itu, kabupaten/kota, provinsi dan asosiasi yang terlibat akan diperkenalkan kepada program-program prioritas yang diusung oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, seperti misalnya Pekan Kebudayaan Nasional, Karavan Budaya (Jalur Rempah), dan Indonesia Bercerita.
Nantinya diharapkan kabupaten/kota, provinsi dan asosiasi dapat menyesuaikan berbagai kegiatan pemajuan kebudayaannya masing-masing dengan program-program prioritas tersebut. “Kami berharap setelah rapat koordinasi ini Pemerintah Daerah dan para pemangku kepentingan di bidang kebudayaan berkomitmen dan menyepakati bentuk keterlibatan dalam program-program prioritas yang diusung oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan," katanya.
"Selanjutnya, perlu juga segera disepakati mekanisme sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam usaha pemajuan kebudayaan ini," jelas Hilmar.