REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah seorang alumni Universitas Airlangga (Unair) masuk dalam daftar Forbes Asia setelah menciptakan Riliv, sebuah aplikasi meditasi dan konseling daring dengan psikolog profesional yang dibuat untuk orang-orang yang memiliki masalah mental.
Audrey Maximilian Herli bersama Audy Cristopher Herli menciptakan Riliv yang mereka luncurkan melalui perusahaan start-up dengan nama yang sama seperti aplikasi tersebut. Maxy adalah alumnus Prodi Sistem Informasi Unair sedangkan Audy alumnus Prodi Teknik Industri Universitas Brawijaya Malang. Melalui aplikasi tersebut, keduanya berupaya memberikan perawatan alternatif dengan menggunakan teknologi yang mudah dijangkau masyarakat.
"Tujuannya agar semua orang Indonesia bisa sehat mental. Masalahnya saat ini tenaga psikolog terbatas, harga perawatan yang belum terjangkau bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, stigma orang yang menganggap psikolog itu aneh, dan adanya rasa terintimidasi. Maka dari itu kami membuat dua solusi yaitu mindful meditation dan online konseling," ujar Audy.
Melalui Riliv ini, Maxy dan Audy masuk dalam jajaran daftar nama Forbes Asia 30 Under 30 pada Februari 2020, yaitu daftar 30 pemuda berprestasi yang berumur dibawah 30 tahun. Untuk masuk dalam jajaran tersebut, ada beberapa kriteria yang harus terpenuhi, diantaranya mampu membuat perubahan bagi dunia melalui prestasi dan inovasi.
Mereka masuk daftar nama Forbes Asia 30 Under 30 untuk kategori Socioentrepreneur and Philantrophy dan telah melalui proses seleksi oleh dewan juri dan reporter dari negara-negara se-Asia Pasifik.
Kampanye kesehatan
Untuk semakin mengampanyekan kesehatan mental, Riliv melakukan berbagai kampanye secara online melalui sosial media, bekerja sama dengan Visinema Pictures, influencer serta mengadakan berbagai acara.
"Tahun ini, kami akan fokus untuk membantu 270 juta warga Indonesia mendapatkan akses kesehatan mental yang efektif, terjangkau, dan bebas stigma. Saat ini penggunanya sudah ratusan ribu dan data dijamin anonim," kata Maxy.
Selain itu, Maxy juga mengatakan mereka berdua berencana untuk mengembangkan lagi potensi dari aplikasi tersebut. "Kami ingin membuat bisnis yang bukan sekadar fokus di ekonomi, tapi benar-benar membuat solusi yang belum ada di sini dan bisa menyelesaikan masalah yang masih dianggap tabu atau sulit diselesaikan yaitu kesehatan mental," tambahnya.