REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Moh Jumhur Hidayat menantang alumni Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I) untuk bekerja ke luar negeri. Bekerja di luar negeri sudah merupakan sesuatu yang tidak bisa dicegah.
Dunia maju saat ini dipenuhi oleh diaspora bangsa-bangsa dari pekerja Cina, India, Filipina dan Vietnam. Para pekerja asing ini tidak lagi membawa identitas negaranya tetapi identitas perusahaannya (corporate citizenship). Hanya bangsa-bangsa yang mengembangkan diaspora menjadi bangsa yang maju. Ke depan konsep bangsa perlahan akan menghilang dan digantikan dengan konsep corporate citizenship. Karena itu, sudah saatnya alumni LP3I memikirkan adanya LP3I corporate citizenship di mancanegara.
Menurut Jumhur, MoU ini dimaksudkan agar BNP2TKI bisa me-matching (mencocokan) peta permintaan (supply) dan penempatan (demand) yang didapat dari even roadshow, business meeting, employment business meeeting, marketing intellegence. Dari mapping yang dilakukan pemerintah saat ini ada hampir 5 juta permintaan dari Asia Pasifik, Amerika, Eropa, Timur Tengah dan Afrika.
Di luar negeri, kata Jumhur ada 192 jenis jabatan yang dibutuhkan. BNP2TKI mengharapkan agar LP3I sebagai institusi yang berpengalaman dan memiliki Sumber Daya Manusia, prasarana serta kurikulum agar bisa bisa menggodok dan melatih TKI sesuai dengan permintaan dari pengguna di luar negeri.
“LP3I memiliki keunggulan dan kita akan mulai dari keunggulan yang dari situ,” ujar Jumhur.
Dari LP3I, kata Jumhur diharapkan melakukan Up Skilling, Up Grading, Adjustment Training dan itu akan disinergikan dengan program di BNP2TKI agar bisa link, match and train. Intinya, LP3I bisa ‘menggoreng’ permintaan dari luar negeri.
Jumhur menggambarkan, para TKI yang bekerja di pabrik seperti di Korea dan Taiwan selain gajinya yang bagus juga perlindungannya paripurna. “Kerja di Pabrik, happy,” gugah Jumhur kepada para sekitar 200 mahasiswa yang mendengarkan kuliah Kepala BNP2TKI.
Jangankan TKI yang bekerja di pabrik, lanjut Jumhur, TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Hongkong dan Taiwan juga merasa senang bekerja dengan perlindungan hukum yang bagus dan gaji yang tinggi.
Soal kompetensi, Jumhur menegaskan, alumni LP3I tentu harus siap untuk bersaing di mancanegara. Dunia saat ini sudah mengakui kompetensi ahli perminyakan Indonesia dan alumni PT PAL banyak yang diperebutkan di sejumlah negara di Timur Tengah. Dengan bergabung dengan komunitas diaspora Indonesia di luar negeri, alumnui LP3I turut memberi andil melalui kiriman remitansinya bagi kemajuan bangsa dan negara. “Saat ini remitansi TKI per tahun lebih darui Rp100 trilyun,” ujar Jumhur.
Meski demikian, Jumhur menambahkan, jika gaji yang ditawarakan luar negeri sama saja dengan gaji yang akan diperloleh dari pekerjaan di luar negeri sebaiknya tawaran itu tidak perlu diambil.“Yang penting, jangan takut bekerja di luar negeri,” tegas Jumhur meyakinkan.
Senada dengan Jumhur, Presiden Direktur LP3I, Syahrial menceritakan pengalaman ke Qatar saat bertemu dengan insinyur yang bekerja diperminyakan. Di Indonesia, gaji ahli perminyakan itu hanya Rp40 juta sementara gajinya yang didapat dari perusahaan di Qatar per bulannya Rp125 juta.“Kesenjangan gaji TKI profesional diakuinya sangat tinggi,” ujar Syahrial. (adv)