REPUBLIKA.CO.ID,Resensi Buku:
Judul Buku: Anakku Maukah Kau Jadi Pengusaha?
Penulis : Dr. H. Muhammad Syahrial Yusuf, SE
Editor : Hikmatullah
Penerbit : PT. Lentera Ilmu, 2011
Tebal : 300 halaman
Apa yang terbersit dalam benak kita ketika mendengar kata jihad? Saya yakin sebagian dari kita akan membayangkan sosok orang yang siap mati sebagai pelaku bom bunuh diri. Lantas bagaimana dengan pengusaha? Sosok ini pun tak kalah negatifnya, masih banyak orang menilai kalau pengusaha itu identik dengan suap menyuap, oportunis dan senang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
Nah, bagaimana kalau keduanya digabungkan?
Tentu akan menjadi sosok yang sangat berbahaya bukan? Ya, saya pun semula berpendapat seperti itu. Namun ternyata Dr. H. Muhammad Syahrial berpendapat lain, lewat bukunya yang bertajuk “Anakku, Mau kah Kau jadi Pengusaha?” ia malah menganjurkan agar anak muda yang ingin terjun ke dunia usaha harus memiliki mental jihad. Menurutnya untuk menjadi pengusaha yang baik harus punya mental jihad dan menyebut pelakunya sebagai mujahidpreneur.
Ketika membuka bab pertama buku ini, kita langsung tersengat oleh kata-kata tajam penulis yang mengomentari kondisi negeri ini. “Kita masih saja terlena dengan banyaknya sumberdaya alam yang menjadi kekayaan bangsa kita, tetapi lupa memberdayakannya secara optimal. Sehingga, ibarat hidup, kita masih tergolong bangsa miskin yang duduk di depan gedung mewah milik kita sendiri tanpa tahu cara memasukinya. Kita masih sering merasa kelaparan di lumbung padi yang berdiri di hamparan sawah luas karena tak tahu cara memasak.
Sampai titik ini saya setuju dengan apa yang dilontarkan oleh penulis. Memang benar, sebagai syarat kita bisa maju negara kita memang harus memiliki banyak pengusaha. Menurut ahli sosiologi David McClelland, suatu negara bisa menjadi makmur apabila memiliki sedikitnya dua persen pengusaha dari jumlah penduduknya. Contohnya jumlah pengusaha di negara-negara maju seperti Amerika Serikat yang memiliki 11,5 hingga 12 persen pengusaha dari total penduduknya, Singapura tujuh persen, Cina dan Jepang 10 persen. Bahkan kini para pengusaha bermunculan dengan pesatnya di negara-negara berkembang dan telah sukses meningkatkan perekonomian bangsanya seperti India yang memiliki pengusaha sekitar tujuh persen dan Malaysia tiga persen.
Lantas bagaimana dengan negara kita? berdasarkan laporan Global Entrepreneurship Monitor (GEM) pada tahun 2006, jumlah pengusaha di Indonesia hanya sekitar 0,18% dari total jumlah penduduk atau sekitar 400.000 orang saja. Sementara menurut data terakhir, pada tahun 2010 jumlah pengusaha kita baru sekitar 0,24 persen dari total populasi penduduk. Kalau informasi ini benar, berarti dalam jangka lima tahun, kenaikan prosentase pengusaha baru kita hanya sekitar 0,06 persen saja.
Melihat data ini, ternyata kita masih harus berjuang keras memajukan ekonomi bangsa kita yang salah satu jalan keluarnya adalah dengan menumbuhkan semangat berwirausaha di negara kita terutama di kalangan anak muda. Namun jenis pengusaha seperti apa yang harus kita bangun?
Penulis menawarkan konsep berbeda dalam menjadi pengusaha, ia mengatakan, “Sebagai seorang pengusaha muslim, Bapak pun menyadari pentingnya nilai-nilai spiritual diterapkan dalam dunia usaha. Bahkan lebih jauh Bapak meyakini bahwa spiritual entrepreneurship ini harus disandarkan pada ajaran agama sebagai wujud dari rasa tanggung jawab kita terhadap Allah SWT. Seorang pengusaha harus menyadari bahwa dalam setiap usahanya terdapat campur tangan Sang Khaliq. Untuk itu, sudah seharusnya kita menjunjung nilai-nilai agama dan mengimplementasikan ke dalam kehidupan berbisnis. Intinya, spiritual entrepreneurship dalam Islam adalah melakukan semua aktivitas untuk beribadah kepada Allah dan memberikan manfaat pada orang lain.” (adv)