Senin 28 Nov 2016 16:01 WIB

Memahami Mayoritas Secara Bening

Sudarnoto Abdul Hakim
Foto: istimewa
Sudarnoto Abdul Hakim

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sudarnoto Abdul Hakim, Ketua Komisi Pendidikan dan Kaderisasi MUI dan Wakil Ketua Majelis Dikti Litbang PP. Muhammadiyah

   

Dalam waktu yang panjang di era penjajahan, masyarakat Nusantara melawan dengan susah payah. Bagi muslim melawan ketidak adilan, kezaliman, keangkuhan,  otoritarian tidak saja merupakan panggilan keagamaan yang memang tertuang di dalam Kitab Suci, akan tetapi juga tugas mulia kemanusiaan, sosial dan kebangsaan. 

Arahnya jelas, membangun kemaslahatan bersama (Maslahah Ammah), bukan kemaslahatan sekelompok orang. Mayoritas muslim tidak pernah mempersoalkan kehadiran minoritas untuk secara bersama-sama memainkan peran sosial, keagamaan dan kebangsaan mereka karena memang itulah yang juga menjadi tugas mereka.

Kemerdekaan yang diraih, keberhasilan membentuk negara sendiri yang berdaulat NKRI adalah hasil kongkrit perjuangan masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Di era pergerakan (the age of motion, seperti yang dikatakan oleh Takashi Shiraishi) dan bahkan hingga hari ini toleransi, solidaritas, kebersamaan di tengah-tengah perbedaan dibangun dengan sangat baik oleh umat Islam.

Islam menjadi integrating factor dalam membangun dan memperkokoh nasionalisme. Islam dan umat Islam tidak sekedar merawat dan menjaga akan tetapi mempersubur dan memperkokoh kemajemukan, ajaran tentang toleransi (Tasamuh) benar-benar dibuktikan dalam praktek kehidupan beragama, bermasyarakat dan berbangsa.

Itulah mengapa Muhammadiyah, misalnya, telah sampai pada pandangan bahwa Indonesia adalah Darul Ahdi, negeri perjanjian atau kesepakatan. Semua elemen bangsa berkomitmen memperjuangkan terwujudnya kemerdekaan, negara sendiri yang berdaulat NKRI dengan Pancasila sebagai falsafah.

Indonesia adalah negeri dan bangsanya umat Islam sekaligus negeri dan bangsanya non-muslim. Apapun kesulitan yang dihadapi dan besarnya pengorbanan umat Islam serta bagaimanapun kerasnya perdebatan yang muncul dan melibatkan kekuatan arus ideologi dan agama selama melakukan persiapan kemerdekaan, umat Islam tetap berkeyakinan teguh bahwa apa yang mereka lakukan sepanjang sejarahnya adalah untuk Indonesia yang berdaulat dan berkeadaban.

Kehadiran dan kontribusi Ki Bagus Hadikusumo dan tokoh atau pemimpin umat Islam yang lain tidak bisa dipungkiri. Tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi dengan Indonesia yang baru satu hari memperoleh kemerdekaannya seandainya Ki Bagus menolak pencoretan Corpus Islamicum dalam Piagam Jakarta. Momen yang sangat menentukan untuk keberlanjutan NKRI berada di tangan Ki Bagus dan dengan demikian tidak bisa disangkal besarnya peran umat Islam melalui para tokohnya untuk merampungkan persoalan-persoalan fundamental negara dan bangsa Indonesia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement