Selasa 05 Nov 2019 16:45 WIB

Politik Jangka Pendek Masih Warnai Reformasi Birokrasi

Reformasi birokrasi tidak akan efektif tanpa dukungan parpol.

Tampak Prof. Siti Zuhro ketika menerima cinderamatan dari Dekan FISIP UMJ, Dr.  Dr. Ma’mun Murod Al-Barbasy usai menjadi pembicara Selasa (5/11)
Foto: dok istimewa
Tampak Prof. Siti Zuhro ketika menerima cinderamatan dari Dekan FISIP UMJ, Dr. Dr. Ma’mun Murod Al-Barbasy usai menjadi pembicara Selasa (5/11)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksanaan demokratisasi di Indonesia harus dijalankan dengan lebih transparan dan akuntabel. Selama ini birokrasi di Tanah Air kerap digunakan penguasa untuk kepentingan politik jangka pendek.

Hal itu membuat birokrasi yang ada tidak bisa bekerja sebagaimana seharusnya. "Ini yang harus dibenahi untuk reformasi birokrasi," kata Prof. Siti Zuhro, peneliti senior LIPI ketika menjadi pembicara pada the 2nd International Conference on Social Sciences di kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Selasa (5/11).

Reformasi birokrasi tidak akan efektif tanpa dukungan parpol. Karena reformasi apapun tanpa dukungan partai, tanpa law enforcement maksimal tak efektif. "Perlu political will yang kuat dari parpol," katanya. 

Menurutnya sejarah birokrasi Indonesia berjalan pahit. Di jaman penjajahan Belanda hanya menjadi alat perantara penjajah. Saat merdeka birokrasi dikuasai partai politik (Parpol). Saat order baru birokrasi milik Golkar dan pemerintah. Sejak reformasi di era pemerintahan Presiden BJ Habibie hingga Joko Widodo telah dilakukan pembenahan terhadap birokrasi, namun hal itu belum efektif.

Zuhro juga menyinggung keberadaan civil Society yang menguat saat mendapat tekanan, namun melemah ketika telah mendapat fasilitas atau diakomodasi kepentinganya. Padahal keberadaan civil society sangat dibutuhkan sebagai kekuatan eksternal yang mampu mengkritisi birokrasi. Hampir setiap birokrat selalu disorot tajam dalam berbagai aspek, terutama korupsi yang merajalela. 

Reformasi birokrasi harus ada komitmen kuat dari para stakeholder, khususnya Parpol. Selama ini masalah yang berkembang apabila tidak terkait dengan kepentingan partai mereka tidak mempermasalahkan. Namun, apabila kepentingan terganggung mereka akan bersuara. 

Selama ini parpol dinilai belum sepenuhnya membangun dirinya untuk kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  Parpol perlu membangun perspektif sesuai dengan visi Indonesia. Sehingga kepentingan negara menjadi lebih utama dibanding kepentingan kelompok atau golongan. "Mereka masih eksklusif untuk dirinya sendiri, belum menjadi rumah bagi demokrasi Indonesia," kata Zuhro.

Masalah tata kelola pemerintahan, hubungan antar manusia dan pembangunan berkelanjutan menjadi isu penting yang kini menjadi perhatian banyak kalangan. "Ini topik luar biasa yang membahas tata kelola dan hubungan kemanusiaan," kata Asrul Sani, wakil Ketua Umum MPR RI usai memberikan sambutan pada seminar tersebut.

Menurutnya, ini topik besar yang telah direkomendasikan MPR periode lalu.  Pembangunan berkelanjutan juga merupakan salah satu isi amandemen UUD 45.  MPR sendiri akan kembangkan isu lain seperti masalah hukum bersama kampus UMJ. 

Termasuk Penajaman isu yg terkait KUHP, focus gruoup discussion dan lainnya. Diharapkan kegiatan tersebut akan membumi dan memberikan masukan dalam membentuk perundangan.

Terkait Milad ke-64 UMJ pada 18 November mendatang, Asrul berharap  UMJ mampu mencetakan intelektual dan sarjana yg memberikan kontribusi positif bagi bangsa di berbagai sektor. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement