REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga pendidikan, baik sekolah maupun perguruan tinggi memiliki peran penting dalam mengatasi berbagai permasalahan global, termasuk bahaya ekstrimisme.
Karena itu lembaga pendidikan tinggi seperti Universitas Muhammadiyah Jakarta dituntut untuk terus melakukan perbaikan dengan tetap mempertahankan jati dirinya melalui pendekatan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan.
"Secara global, peran lembaga pendidikan atau Perguruan tinggi diharapkan dapat mencegah atau mengatasi bahaya ekstrimisme.", kata Prof. Dr. Mike Hardy (Director of Centre for Trust, Peace and Social Relations dari Universitas Coventry Inggris), ketika memberikan orasi ilmiah yang bertemakan Educating for the Middle Way: Social Capital for Peaceful Relations pada acara Wisuda dan Milad UMJ ke-64.
Hardy menilai dalam abad yang penuh turbulensi, perubahan yang begitu cepat, tidak adanya jaminan keselamatan bagi manusia sistem pendidikan harus memainkan peran penting. Karena itu lembaga pendidikan bukan hanya sekedar proses belajar mengajar saja, namun perlu ada pengembangan sistem yang lebih baik.
Peneliti tentang Kesilaman di Indonesia yang memiliki hubungan baik dengan Muhammadiyah dan beberapa organisasi Islam di Indonesia juga berharap selain ilmu, mahasiswa harus ada dukungan dari keluarga, civitas akademika dan para pemangku kepentingan di negara ini.
Wisuda UMJ kali ini bertepatan dengan Milad UMJ ke-64. Sebuah usia yang mencerminkan kematangan dan pengalaman dalam berkiprah di dunia pendidikan tinggi. Dalam usia yang lebih dari setengah abad itu, UMJ telah melahirkan tidak kurang dari 50 ribu alumni yang tersebar dan berkpirah dalam berbagai bidang, dalam rangka berkontrubusi bagi kemajuan bangsa dan negara.
Rektor UMJ, Prof. Dr. Syaiful Bakhri, SH, MH, dalam sambutannya menyatakan, dunia pendidikan tinggi dihadapkan pada era baru yang berubah begitu cepat bersama dengan tantangan baru yang mengiringinya. Perubahan itu turut merubah paradigma dunia pendidikan yang mulai meninggalkan metode konvensional, menuju era pendidikan baru yang mengkombinasikan kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi.
Kondisi yang demikian menumbuhkan suasana persaingan yang semakin ketat dan kompleks, dengan skala lokal, regional, bahkan global. "Era yang disebut globalisasi ini yang ditandai dengan pola pikir modern, dengan unsur siap berubah, kreatif, inovatif, dan open minded merupakan sebuah keniscayaan untuk menjadi perhatian UMJ," katanya.
Prof. Din Syamsuddin, tokoh Muhammadiyah dan anggota BPH UMJ, menyatakan lulusan UMJ harus mengantisipasi perubahan dengan melanjutkan studi ke jenjang S2 dan S3. Dunia membutuhkan SDM yang berkualitas untuk menghadapi perubahan di masa-masa mendatang.
UMJ lahir tanggal 18 November 1955 dan merupakan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) tertua di Indonesia. UMJ merupakan cikal bakal lahirnya perguruan tinggi muhammadiyah (PTM) lainnya yang saat ini jumlahnya sudah mencapai 169 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Persyarikatan Muhammadiyah merupakan satu-satunya organisasi kemasyarakatan di dunia yang memiliki lembaga pendidikan terbanyak, mulai Taman Kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi. Saat ini UMJ memiliki 53 program studi yang tergabung dalam 10 Fakultas, 10 Program Magister dan 1 Program Doktor. Saat ini alumnus UMJ sudah banyak yang menjadi pengusaha, pejabat publik, anggota legislatif, dosen, dan sebagainya.
Bertepatan dengan Milad ini, dilaksanakan Wisuda Sarjana ke-71 dan Wisuda Pasca Sarjana ke-40. Jumlah Wisudawan sebanyak 1770 yang terdiri atas lulusan Program Doktor, Magister, Sarjana S1 dan Diploma 3. Acara wisuda dilaksanakan pada hari Senin 18 November 2019 di Gedung Indonesia Convention Exhibition (ICE), Serpong, Tangerang.