REPUBLIKA.CO.ID, Muhammad Hardiansyah bersama dua temannya dari Fakultas Agama Islam (FAI) UMJ Muhammad Salim dan Agus Priyanto meraih Juara II pada gelaran Debat Hukum Keluarga Islam perguruan tinggi Islam se-Jabotabek di Universitas Islam negeri (UIN) Jakarta di penghujung tahun 2011 lalu.
Debat tersebut diperlombakan untuk mengetahui wawasan dan wacana terkait isu-isu kontemporer dengan menggunakan landasan hukum Islam. Selain itu, peserta debat juga dinilai berdasarkan analisisnya terhadap hukum positif Indonesia. Adapun hukum-hukum dalam keluarga Islam yang diperdebatkan merupakan hukum-hukum yang terkaitkelindan dengan persoalan kekeluargaan seperti perceraian, waris, pernikahan, hibah, wakaf dan sebagainya.
Saat ditemui, Hardiansyah mengaku perdebatan yang terjadi cukup sengit dan menguras semua energi pengetahuan yang selama ini diperoleh di UMJ. Ia pun mengaku beruntung mendapatkan pendidikan dan pembelajaran yang baik selama ini sehingga tidak membuatnya gagap menghadapi setiap pertanyaan dari juri.
Menurutnya, hukum positif harus didialogkan dengan hukum Islam dalam penetapan sebuah regulasi. Ia meyakini bahwa hukum Islam dapat menjadi solusi bagi mampatnya persoalan hukum selama ini. “Hukum Islam menjadi solusi bagi bangsa ini. Penegakan syariat Islam sendiri sebenarnya bertujuan untuk kesejahteraan rakyat apapun agamanya”, jelasnya mantap. Itu semua, lantaran Hardiansyah melihat problem dalam hukum positif.
Untuk bisa diterima pemeluk agama lain, perlu adanya upaya meyakinkan mereka bahwa hukum Islam bertujuan mensejahterakan semua tanpa pandang bulu. Sebab, prinsip yang dijalankan hukum Islam adalah keadilan bukan kekuasaan dankepentingan parsial.
Saat ditanya seputar aktivitasnya selain kuliah, mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi tersebut menjawab panjang lebar. Selain menjadi guru agama di SMPN 215 Meruya-Jakarta, ia juga aktif mengisi ceramah-ceramah di masjid-masjid, perkantoran dan apartemen di Jakarta.
Di luar itu, alumnus Pesantren Persis 69 Matraman ini menjadi guru ngaji privat. Namun yang paling menarik adalah aktivitas pembinaannya pada anak-anak pemulung. “Saya mengajar anak-anak pemulung berbagai bidang mulai dari baca tulis al-Quran sampai pengetahuan umum. Itu atas inisiatif saya pribadi dan tentu saja tidak digaji. Awalnya karena keprihatian saya terhadap kondisi di lingkungan tersebut”, ungkapnya lagi.
Di komplek pemulung di Lebak Bulus 5 – Fatmawati yang disesaki 200 keluarga pemulung inilah tempatnya mengajar anak-anak pemulung itu selama 3 tahun. “Tadinya saya ajak teman-teman kuliah saya. Setelah saya ceritakan kondisi lapangan akhirnya ada dua orang teman yang tertarik. Tapi tidak bertahan lama”, selorohnya lagi.
Pengalaman menarik pun banyak ia peroleh selama 3 tahun menjalankan pembinaan. Yang paling berkesan adalah saat menjadi imam di Mushalla yang dibangun seadanya tidak kuat menahan tiupan kencang angin dan hujan, “Atapnya itu terbang dan kata anak-anak kakak pulang aja nanti banjir dan memang betul tidak lama kawasan itu dipenuhi air. Ini sangat memprihatinkan,'' tambahnya lagi.
Mahasiswa yang sudah berprestasi sejak sekolah ini bercita-cita menjadi dosen di kampus tempatnya kuliah ini. “Rencananya mau S2 karena saya mau jadi dosen. Saya tertartik apalagi saat ini saya ditawari menjadi asisten dosen padahal saya belum lulus”, pungkasnya.
Menanggapi prestasi mahasiswanya, Dekan FAI-UMJ, Prof. Dr. Armai Arief terus mendorong mahasiswa FAI-UMJ agar meraih prestasi yang lebih gemilang dan dapat membuktikan kepada masyarakat bahwa mahasiswa FAI-UMJ memiliki kemampuan yang baik dan dapat diandalkan. (adv)