Jumat 07 Sep 2018 13:47 WIB

Gelar PesanTrend, Kemenag Kaji Kitab Ihya Ulumuddin

PesanTrend adalah salah satu acara rangkaian peringatan Hari Santri 22 Oktober nanti.

Rep: Muhyiddin/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren menggelar acara berjuluk PesanTrend di salah satu kafe di Jakarta, Kamis (6/9). PesanTrend adalah salah satu acara dalam rangkaian peringatan Hari Santri yang jatuh pada 22 Oktober mendatang.

Dalam acara ini, Kemenag mengisinya dengan pengajian Kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al Ghazali. Pengajian kitab ini dipimpin oleh cendikiawan Ulil Abshar Abdalla berdampingan dengan budayawan Sujiwo Tejo.

Hadir dalam acara tersebut, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin, serta Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ahmad Zayadi.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan bahwa ajaran Al Ghazali dalam kitabnya tersebut penting untuk diketahui, karena Al Ghazali melalui kitab master piece-nya itu mampu menggabungkan antara syariat dan hakikat. Menurut dia, di dalamnya tidak hanya bicara fiqih, tetapi juga sejarah dan tasawuf.

“Al Ghazali adalah ulama yang sangat luar biasa, dapat menggabungkan pendekatan tekstual dan nalar sekaligus,” ujar Lukman dalam acara PesanTrend seperti dikutip dari laman resmi Kemenag, Jumat (7/9).

Lukman melanjutkan, penggabungan antara dua pendekatan yang dilakukan Al Ghazali tersebut juga senada dengan visi Kementerian Agama yang selalu menggaungkan moderasi agama. “Di mana moderasi beragama yang kita usung adalah menggabungkan antara pemahaman tekstual dan nalar sekaligus. Yang seringkali menegasi tidak saling mengisi," ucap Lukman.

Karena itu, Lukman mengajak kepada seluruh elemen masyarakat agar dalam beragama tidak semata menggunakan nalar dan pemahaman tekstual saja. Tapi, menurut Lukman, masyarakat juga harus beragama dengan menggunakan hati.

“Beragama itu harus dengan hati, tidak semata dengan nalar saja, tidak pula hanya teks. Tetapi berpulang pada hati kita,” kata Lukman.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement