Jumat 07 Sep 2018 21:04 WIB

Eni Singgung Pengembalian Rp 700 Juta dari Golkar ke KPK

Penyerahan Rp 700 juta dilakukan oleh salah satu pengurus Golkar.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih  memberikan keterangan kepada media  usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Senin (24/7).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih memberikan keterangan kepada media usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Senin (24/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih menilai, pengembalian uang yang dilakukan Partai Golkar kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkuat dugaan terlibatnya partai berlambang pohon beringin itu dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1. Diketahui, Partai Golkar sudah mengembalikan uang suap sejumlah Rp 700 juta ke KPK.

"Itu memberikan bukti bahwa memang uang yang Rp 2 miliar itu untuk Munaslub Golkar," kata Eni usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/9).

Bahkan,  Eni mengaku tahu siapa pihak yang telah mengembalikan uang suap tersebut. Namun, dia masih menutup rapat-rapat nama orang itu.

"Itu dari panitia Munaslub mereka mengembalikan secara bertahap," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Eni juga mengaku adanya ancaman yang dilakukan mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Bahkan, Eni mengaku sudah menyampaikan mengenai ancaman Novanto ini kepada tim penyidik KPK.

"Tadi saya sudah menyampaikan kepada penyidik. Penyidik menanyakan kepada saya, mengonfirmasi kepada saya atas kedatangan pak Novanto menemui saya, saya sudah jelaskan apa yang disampaikan pak Novanto semua hal. Ada lima hal, kepada penyidik," ungkap Eni.

Namun, Eni enggan mengungkap secara rinci ancaman yang dilakukan  Novanto. Eni hanya memastikan ancaman tersebut membuatnya tak nyaman.

"Yang pasti sudah saya sampaikan kepada penyidik. Ya memang apa yang disampaikan oleh Pak Novanto membuat saya kurang nyaman. Penyidik saya pikir sudah tahu karena itu terjadi di Rutan KPK ya," ujar Eni.

Dugaan Partai Golkar ikut menerima aliran suap PLTU Riau-1 pertama kali diungkap Eni. Tak hanya soal aliran dana suap, Eni yang telah menyandang status tersangka dalam kasus ini memang kerap mengungkap informasi baru terkait proses pembahasan proyek PLTU Riau-1.

Eni pernah mengakui adanya perintah dari mantan Ketua DPR Setya Novanto untuk mengawal proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. "Apa perintah-perintah dari tentunya bermula dari sebelum saya kenal Pak Kotjo, ya itu perintah dari Pak Setya Novanto," ungkap Eni.

Bahkan, Eni juga mengungkapkan, perkenalannya dengan Johannes B Kotjo, yang juga Bos Apac Group pun  melalui campur tangan Novanto. Menurut Eni, dirinya tak bisa mengenal Kotjo bila tak melalui Novanto, yang juga mantan Ketua Umum Partai Golkar.

"Ya memang saya kenalnya dari mana lagi. Saya kan kenal Pak Kotjo dari Pak SN," ujarnya.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka Ketiga tersangka itu antara lain, Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih, bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo dan teranyar Idrus Marham. Diduga saat menjabat sebagai PIt Ketua Umum Partai Golkar periode November sampai dengan Desember 2017 dan Menteri Sosial, Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait dengan penerimaan uang oleh Eni dari Johannes.

Diketahui, sekitar November Desember 2017 dIduga Eni menerima Rp 4 Miliar. Lalu, sekitar bulan Maret dan Juni 2018 diduga Eni jiga menerima sekitar Rp 2,25 Miliar.

Idrus juga diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan Purchase Power Agreement (PPM/jual beli dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau 1. Selain itu, Idrus juga diduga telah menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni sebesar 1,5 juta dolar AS yang dijanjikan Johannes  apabila PPA Proyek PLTU Riau 1 berhasil dllaksanakan oleh Johannes dan kawan-kawan.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement