REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai saat ini kalangan pengusaha merasakan kegundahan terutama yang proses produksinya menggunakan air sebagai bahan utama. Hal tersebut mengemuka pasca digulirkannya Rancangan Undang-Undang Sumber daya Air (RUU SDA) yang mengatur tata kelola sumber daya air.
Apindo sebelumnya bersepakat mendukung niat Pemerintah dan DPR dalam menerbitkan UU baru pengganti UU No 11 tahun 1974 tentang pengairan yang berlaku saat ini. UU baru diperlukan guna mengatur pengelolaan SDA agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, keseimbangan ekologis/lingkungan hidup dan menjamin terlaksananya kegiatan usaha yang dapat meningkatkan taraf hidup.
Meski begitu Direktur Eksekutif APINDO, Danang Girindrawardana menyatakan, adanya empat hal strategis yang berpotensi merusak iklim investasi di Indonesia, dan ini harus benar-benar dipertimbangkan secara serius. Pertama, arah tujuan RUU SDA dinilai mencari pemasukan bagi negara atau mau mengatur kelancaran investasi yang berimbang bagi kebutuhan masyarakat.
"Karena terdapat pasal-pasal pungutan terhadap dunia usaha dalam bentuk bank garansi dan kompensasi untuk konservasi SDA minimal 10 persen dari laba usaha (Pasal 47 RUU SDA),"tutur dia dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (7/9)
Kedua, tutur dia, arah RUU SDA ini belum memiliki orientasi perbedaan yang jelas tentang kewajiban negara dalam menyediakan air bersih dan air minum bagi masyarakat. Sekaligus kewajiban negara dalam membangun perekonomian yang memajukan masyarakat dunia usaha.
Ketiga, arah RUU SDA ini tidak mengedepankan perlindungan sumber air (Penjelasan Pasal 63 huruf f). Keempat, arah RUU ini mengatur bahwa swasta apapun jenis industrinya, akan menjadi prioritas terendah untuk mendapatkan ijin pemanfaatan sumber daya air (Pasal 46, ayat 1 dan Pasal 49, ayat 3 RUU SDA).
Oleh karena itu, Komisi V DPR RI bersama pemerintah yang diwakili oleh Menteri PUPR, mulai membahas masalah RUU SDA ini. Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi Francis mengatakan, RUU ini adalah jawaban atas persoalan menahun yang rakyat alami dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan air.
Air sebagai kebutuhan vital rakyat sudah begitu lama menjadi lahan bisnis. Negara kaya sumber air malah rakyatnya masih sulit mendapatkan air bersih dan laik minum. "Rakyat mesti mengeluarkan biaya yang mahal supaya bisa mendapatkan air. Di sinilah RUU tentang air menjadi penting," ucap politisi Partai Gerindra asal Provinsi Nusa Tenggara Timur itu.
Menurut Fary, dalam pembahasan bersama pemerintah, pihaknya selalu menegaskan bahwa RUU sumber daya air, akan memperkuat kewenangan negara atas penguasaan dan pengelolaan sumber daya air.
Fary mengatakan, RUU ini adalah inisiatif DPR yang akan memberikan jaminan hak rakyat atas air, tidak hanya berdasarkan kualitas tetapi juga kuantitas. Karenanya, pengelolaan atau pengusahaan sumber daya air akan mengutamakan BUMN atau BUMD. Apabila kebutuhan masyarakat sudah terpenuhi, baru diberikan kesempatan kepada pihak swasta.