Senin 10 Sep 2018 22:25 WIB

BPS: Jumlah Penduduk Miskin di Pedesaan Turun 13,20 Persen

Indikator kesejahteraan petani dapat dilihat dari tingkat kemiskinan

Red: EH Ismail
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan), Kuntoro Boga Andri dalam Seminar dan Lokakarya Nasional IV Perkumpulan Agroteknologi/Agroekoteknologi Indonesia (PAGI) di Makassar, Senin (10/9)
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan), Kuntoro Boga Andri dalam Seminar dan Lokakarya Nasional IV Perkumpulan Agroteknologi/Agroekoteknologi Indonesia (PAGI) di Makassar, Senin (10/9)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat daya beli petani secara nasional pada 2018 menunjukkan tren positif. Hal itu berdampak terhadap kesejahteraan petani.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan), Kuntoro Boga Andri mengatakan, sebagian besar petani tinggal di perdesaan. Dengan demikian, indikator kesejahteraan petani juga dapat dilihat dari tingkat kemiskinan maupun gini rasio di perdesaan. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin saat ini di perdesaan semakin berkurang. Pada Maret 2015, jumlah penduduk miskin di perdesaan sebesar 14,21%, Maret 2016 dan Maret 2017 berturut-turut turun menjadi 14,11% dan 13,93%, dan pada Maret 2018 turun menjadi 13,20%.

Data BPS menyebut pada Maret 2015, penduduk miskin di Indonesia sebesar 11,22%. Jumlah ini menurun pada Maret 2016 menjadi 10,86%, dan pada Maret 2017 turun lagi menjadi 10,64%. Kemudian pada September 2017, penduduk miskin di Indonesia di angka dua digit, yaitu 10,12% (26,58 juta jiwa). Penurunan kembali berlanjut pada Maret 2018 menembus angka di bawah satu digit, yaitu 9,82% (25,96 juta jiwa).

“Dengan memperhatikan pergerakan data ini sudah jelas terlihat jumlah penduduk miskin di perdesaan terus menurun,” kata Kuntoro dalam Seminar dan Lokakarya Nasional IV Perkumpulan Agroteknologi/Agroekoteknologi Indonesia (PAGI) di Makassar, Senin (10/9).

Kuntoro menjelaskan, peningkatan kesejahteraan di pedesaan dapat dilihat dari nilai tukar petani (NTP) dan nilai tukar usaha pertanian. Pada Agustus 2018 ini, NTP kembali naik, yakni sebesar 102,56 atau naik 0,89 persen. Harga Gabah Kering Panen di Tingkat Petani naik 3,05 persen dan Harga Beras Medium di Penggilingan turun 0,28 persen.  Kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,75 persen, sementara Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) turun sebesar 0,14 persen.

Begitu juga dengan nilai tukar usaha rumah tangga pertanian nasional pada Agustus 2018 sebesar 112,08 atau naik 0,48% dibanding NTUP bulan sebelumnya. BPS mencatat, pada periode Agustus 2018 terjadi deflasi perdesaan di Indonesia sebesar 0,32%. Hal itu disebabkan oleh penurunan indeks kelompok Bahan Makanan yang cukup besar, sementara indeks kelompok penyusun Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) lainnya naik.

“Tren positif kenaikan NTP menunjukkan adanya peningkatan kemampuan daya beli. Semakin tinggi NTP, akan semakin kuat tingkat kemampuan atau daya beli petani. Daya beli petani pada Agustus 2018 ini tidak hanya lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya, akan tetap jika dibandingkan Agustus 2017, daya beli petani pada Mei 2018 ini pun lebih tinggi. NTP pada Agustus 2017 lalu hanya 101,60. NTP Agustus 2018 ini lebih yaitu 112,08. Jadi dari kedua nilai tukar ini yang semakin naik, penduduk di pedesaan terbukti semakin sejahtera,” ujar kuntoro.

Kuntoro menegaskan, Kementan optimistis raihan positif ini terus berlanjut. Sebab, Kementan berkomitmen menjalankan program pertanian yang secara signifikan meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan langsung. Tahun ini, Kementan menjalankan program bedah kemiskinan rakyat sejahtera. Sasaranya tiada lain untuk menurunkan tingkat kemiskinana masyarakat petani yang tinggal di desa.

“Selain itu, program Kementan yang menyasar langsung penurunan kemiskinan yakni optimasi penggunaan alat mesin pertanian. Program ini merupakan salah satu upaya pemberdayaan petani dilakukan dengan membangun jiwa kewirausahaan petani dan penguatan kelembagaan petani. Dengan mekanisasi, para petani dapat berproduksi lebih efisien, lebih cepat, dan lebih produktif, serta menghasilkan produk berkualitas. Penggunaan teknologi dan mekanisasi ini mampu menarik minat generasi muda terjun ke pertanian,” sambungnya.

Terpisah, sebelumnya Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir menuturkan kondisi lapangan saat ini produksi gabah sedang melimpah, sehingga kesejahteraan petani memang terbukti. Akan tetapi kondisi tersebut bertentangan dengan kebijakan impor jilid II, sehingga petani dirugikan.

“Karena itu, tidak seharusnya Kementerian Perdagangan melalukan impor yang kedua. Petani yang kondisinya saat ini sejahtera, ke depan bisa dirugikan,” tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement