REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi partai politik pengusung dan pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno santai menanggapi isu ketidaksolidan Partai Demokrat mendukung pasangan tersebut. Hal itu terkait gubernur asal Demokrat yang mendukung pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.
"Apa yang terjadi di Demokrat adalah realita politik dalam setiap event demokrasi seperti Pilkada maupun Pilpres," kata Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani di Rumah Pemenangan PAN, Jalan Daksa, Jakarta, Senin (10/9) malam.
Dia mengatakan gubernur asal Demokrat yang mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf merupakan persoalan rumah tangga Demokrat. Muzani meyakini setiap parpol pasti menanggapi persoalan internalnya dengan cara masing-masing.
"Setiap pemilihan bupati, wali kota, gubernur tidak ada satu partai pun yang solid mendukung bupatinya wali kotanya yang direkomendasi karena selalu ada pembelahan-pembelahan," ujarnya.
Dia menilai kondisi itu merupakan realitas politik yang biasa terjadi sama seperti ada pendukung koalisi Jokowi-Ma'ruf yang hendak berpindah dukungan ke Prabowo-Sandiaga. Namun dirinya enggan mengungkap orang yang mau beralih dukungan tersebut.
Sekjen PAN Eddy Soeparno di tempat yang sama mengatakan, PAN tidak ingin mencampuri urusan internal Demokrat, namun hal yang mirip terjadi di internal PAN. Dia menjelaskan ada kepala daerah asal PAN yang mengatakan kepada DPP PAN bahwa yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan keberpihakan secara nyata kepada pasangan Prabowo-Sandiaga karena harus bersikap netral.
"Mereka sebagai kepala daerah harus netral dan punya kewajiban kepada warga untuk menjaga kondusifitas agar tidak terjadi perpecahan dan Pemilu berjalan lancar serta adil. Mereka sebagai kepala daerah junjung tinggi prinsip tersebut, itu kami pahami," katanya.
Eddy mencontohkan Walikota Bogor Bima Arya yang telah menyampaikan bahwa sebagai kepala daerah memiliki kewajiban kepada warga Bogor untuk tidak berpihak dan mementingkan kepentingan warga. Sikap itu menurut dia merupakan bentuk keteladanan kepala daerah untuk tidak berpihak dalam kontestasi demokrasi.
"PAN, Gerindra, Demokrat, PKS dan Partai Berkarya kompak dalam memenangkan Prabowo-Sandiaga. Kalau di arus bawah ada dinamika, jangankan di Pilpres, di Pilkada saja belum tentu semua cocok 100 persen," ujarnya.