Selasa 11 Sep 2018 08:16 WIB

HRW: Cina Batasi Ibadah Muslim Uighur di Xinjiang

Cina diyakini menahan sampai satu juta etnis Uighur dalam sebuah kamp rahasia.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ani Nursalikah
Etnis minoritas Muslim Uighur menuduh Pemerintah China mengekang mereka.
Foto: ABC News/Lily Mayers
Etnis minoritas Muslim Uighur menuduh Pemerintah China mengekang mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Human Rights Watch (HRW) pada Senin (10/9) melaporkan, sebagian besar minoritas Muslim Uighur di Xinjiang Cina menghadapi penahanan sewenang-wenang, pembatasan ibadah, dan indoktrinasi politik paksa dalam tindakan keras militer.

Pada Agustus lalu, panel hak asasi manusia PBB mengatakan, Cina diyakini menahan sampai satu juta etnis Uighur dalam sebuah kamp pengasingan rahasia di Xinjiang, jauh di barat, tempat mereka menjalani pendidikan politik.

Beijing membantah pernyataan PBB tersebut. Cina menyebut kamp itu bukan tempat pendidikan politik melainkan pusat pelatihan kejuruan sebagai bagian dari upaya pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mobilitas sosial di kawasan itu.

Cina mengatakan, Xinjiang menghadapi ancaman serius dari militan dan separatis yang merencanakan serangan dan membuat ketegangan. Laporan HRW berdasarkan wawancara lima mantan tahanan kamp menyebutkan, etnis Uighur dan Muslim lainnya yang ditahan di kamp dilarang mengucapkan assalamualaikum, harus belajar bahasa Mandarin, dan menyanyikan lagu-lagu propaganda.

Kelompok tersebut mengatakan, warga Xinjiang yang tersebar di 26 negara, termasuk Kazakhstan, Turki, dan Indonesia, telah ditargetkan oleh pihak berwenang dan sering ditahan selama beberapa bulan tanpa prosedur formal. Mereka mendapatkan hukuman karena menolak mengikuti instruksi di kamp. Hukuman itu antara lain, tidak diberi makanan, dipaksa berdiri selama 24 jam, atau bahkan dimasukkan ke sel isolasi.

Kondisi keamanan di Xinjiang di luar kamp juga telah meningkat tajam. Bahkan keadaannya sama dengan keadaan di dalam kamp. Peneliti HRW yang berbasis di Hong Kong, Maya Wang mengatakan, hal ini berdasarkan wawancara dengan 58 mantan penduduk Xinjiang yang sekarang tinggal di luar negeri.

Wang dan timnya hanya berbicara dengan orang-orang yang telah meninggalkan Xinjiang karena kurangnya akses ke wilayah tersebut dan untuk menghindari bahaya yang ditimbulkan bagi mereka yang masih tinggal di sana. Para narasumber mengatakan, adanya tindakan keamanan baru yang diterapkan termasuk pemeriksaan dengan teknologi pengenalan wajah, sistem pemantauan polisi yang canggih, serta setiap rumah yang dipasangi kode QR. Kode itu menunjukkan kepada pihak berwenang siapa penghuni yang diizinkan tinggal di sana.

Pemantauan praktik keagamaan Islam, misalnya bertanya kepada orang-orang seberapa sering mereka berdoa, menutup masjid, serta kunjungan rutin oleh pejabat partai ke daerah pedesaan Xinjiang. Wang mengatakan, hal tersebut berarti mempraktikkan Islam secara efektif telah dilarang.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Geng Shuang, menolak memberikan tanggapan rinci atas laporan itu dan mengatakan HRW adalah kelompok penuh prasangka terhadap Cina yang memutarbalikkan fakta. Ia mengatakan, langkah-langkah di Xinjiang bertujuan mempromosikan stabilitas, pembangunan, persatuan dan mata pencaharian, menindak separatisme etnis, dan kegiatan kriminal teroris yang kejam.

Baca juga: PBB Desak Cina Bebaskan Penahanan Muslim Uighur

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement