REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah di pasar global naik lebih dari dua persen pada akhir perdagangan Selasa (11/9) atau Rabu (12/9) pagi WIB. Sanksi-sanksi AS yang menekan ekspor minyak mentah Iran dan produksi minyak mentah AS pada 2019 mendorong kekhawatiran mengenai pasokan minyak mentah.
Sejak musim semi ketika pemerintahan Trump mengatakan akan memberlakukan sanksi-sanksi terhadap Iran, para pedagang minyak mentah telah memperhitungkannya dalam premi risiko yang mencerminkan kekurangan pasokan, yang mungkin terjadi ketika ekspor dari anggota OPEC terbesar ketiga itu dipangkas. Ketika tanggal 4 November untuk menjatuhkan sanksi semakin dekat, premi telah meningkat.
Patokan internasional, minyak mentah Brent untuk pengiriman November, bertambah 1,69 dolar AS atau 2,2 persen, menjadi menetap pada 79,06 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Sementara itu, minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober, melompat 1,71 dolar AS atau 2,5 persen menjadi ditutup pada 69,25 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Harga-harga memperpanjang keuntungan dalam perdagangan pasca-penyelesaian (perdagangan elektronik) setelah data industri dari American Petroleum Institute menunjukkan persediaan minyak mentah AS merosot 8,6 juta barel pekan lalu, dibandingkan perkiraan para analis untuk penurunan 805 ribu barel.
Data resmi pemerintah AS akan dirilis pada Rabu waktu setempat. Washington telah mengatakan kepada sekutu-sekutunya untuk mengurangi impor minyak Iran, dan beberapa pembeli Asia, termasuk Korea Selatan, Jepang serta India tampak mulai mematuhinya.
Tetapi pemerintah AS tidak ingin harga minyak naik, yang dapat menekan kegiatan ekonomi atau bahkan memicu perlambatan pertumbuhan global.
Menteri Energi AS Rick Perry bertemu Menteri Energi Saudi, Khalid al-Falih pada Senin (10/9) di Washington, ketika pemerintahan Trump mendorong negara-negara penghasil minyak besar untuk mempertahankan produksi tinggi. Perry akan bertemu dengan Menteri Energi Rusia Alexander Novak pada Kamis (13/9) di Moskow.
Rusia, Amerika Serikat, dan Arab Saudi adalah tiga produsen minyak terbesar dunia sejauh ini, memenuhi sekitar sepertiga dari hampir 100 juta barel per hari (bph) konsumsi minyak mentah harian.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan pada Selasa (11/9) bahwa Rusia dan sekelompok produsen di sekitar Timur Tengah yang mendominasi Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dapat menandatangani kesepakatan kerja sama jangka panjang baru pada awal Desember, kantor berita TASS melaporkan. Namun, Novak tidak memberikan rinciannya.
Sekelompok produsen OPEC dan non-OPEC telah secara sukarela menahan pasokan mereka sejak Januari 2017 untuk memperketat pasar, tetapi dengan harga minyak mentah naik lebih dari 40 persen sejak saat itu dan pasar secara signifikan lebih ketat, ada tekanan terhadap para produsen untuk meningkatkan produksi.
Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan dalam laporan bulanannya bahwa produksi minyak mentah AS diperkirakan akan meningkat 840 ribu barel per hari menjadi 11,5 juta barel per hari tahun depan. Angka kenaikan ini lebih rendah dari ekspektasi sebelumnya yang diprediksi naik 1,02 juta barel per hari menjadi 11,7 juta barel per hari.
"Para pelaku pasar sekarang mengevaluasi perkembangan ini dalam hubungannya dengan potensi penurunan lebih lanjut dalam produksi minyak dari Iran dan Venezuela, yang melukiskan gambaran bullish signifikan pada harga," kata Abhishek Kumar, analis energi senior di Interfax Energy di London.
Pada Senin (10/9) beberapa orang bersenjata menyerang kantor pusat Perusahaan Minyak Nasional Libya (NOC) di ibukota Tripoli. NOC terus berfungsi relatif normal di tengah kekacauan di Libya. Produksi minyak telah terpukul oleh serangan-serangan terhadap fasilitas minyak dan blokade, meskipun tahun lalu sebagian pulih menjadi sekitar satu juta barel per hari.
Karena pasar Timur Tengah semakin ketat, para pembeli Asia mencari pasokan alternatif, dengan Korea Selatan dan Jepang mengimpor minyak mentah AS di rekor tertinggi pada September. Produsen-produsen minyak AS sedang mencari pembeli baru untuk minyak mentah yang mereka gunakan untuk dijual ke Cina sebelum pesanan melambat, karena sengketa perdagangan antara Washington dan Beijing.