Rabu 12 Sep 2018 15:02 WIB

Kampung Nelayan Ini Minta Dana Desa Terus Digulirkan

Dengan dana desa warga bisa membangun infrastruktur.

  Pemanfaatan dana desa Tahun 2017 untuk betonisasi jalan di Desa Labuhan Ijuk, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Selasa (11/9).
Foto: Wening/Kemendes PDTT
Pemanfaatan dana desa Tahun 2017 untuk betonisasi jalan di Desa Labuhan Ijuk, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Selasa (11/9).

REPUBLIKA.CO.ID, SUMBAWA -- Tahun 2014 kondisi Desa Labuhan Ijuk, Kecamatan Moyohilir, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) masih sangat miris. Ketika matahari mulai terbenam, di saat bersamaan pula air laut perlahan menggenangi pelataran rumah seluruh warga. Kondisi seperti itulah yang sering dialami warga.

Hal itu berubah ketika dana desa mulai digulirkan. Sekretaris Desa Labuhan Ijuk, Bustanil, Selasa (11/9) mengatakan, sejak diturunkan dana desa, Desa Labuhan Ijuk yang masih minim fasilitas ini sekarang telah berhasil membangun infrastruktur yang selama ini diidam-idamkan warga, mulai dari jalan, talud pantai, rabat beton, dan MCK.

"Setelah ada dana desa dari pusat, kami bisa menata desa kami dengan baik. Sehingga pekarangan rumah warga 90 persen sudah tidak masuk air lagi kalau air pasang. Kemudian kami juga sudah bis menata dan mempercantik desa kami," ungkapnya seperti dalam siaran pers.

Bustanil berharap, dana desa suatu saat dapat digunakan untuk mendorong pengelolaan hasil tangkap warga, seperti halnya untuk penyediaan sarana pasca panen. Sebab saat ini, dana desa Labuhan Ijuk masih fokus memenuhi kebutuhan infrastruktur.

"Kami berharap agar dana desa jangan sampai berhenti. Agar kami ke depannya bisa merasakan sedikit pembudidayaan dari olahan ikan. Karen masih banyak sekali alat nelayan dan pengolahan yang kami butuhkan di desa ini. Karena kalau lagi banjir ikan, ikan sampai kita buang-buang. Dan masih keterbatasan SDM (Sumber Daya Manusia) juga," ujarnya.

Sebanyak 80 persen warga Desa Labuhan Ijuk, lanjutnya, berprofesi sebagai nelayan. Mereka biasa berangkat melaut sore dan pulang pagi hari membawa hasil tangkapan. Hasil tangkapan ini kemudian langsung dijual ke pasar dan pengepul.

"Ikan di Desa ini terkenal paling enak. Karena dijamin segar. Ikan yang ditangkap langsung dijual, tidak sampai bermalam. Kami juga tidak ada yang menggunakan bom ataupun potasium. Malah kami minta kepada pemerintah, tolong Pulau Dangar itu diamankan dari potasium dan pengeboman. Karena secara turun temurun, di situlah kami mencari ikan," ujarnya.

Menurut Bustanil, potensi ikan dan pariwisata di desanya sebenarnya bisa dikembangkan menjadi peluang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun menurutnya, hal tersebut terkendala dengan minimnya fasilitas komunikasi dan internet di desanya. Sehingga pertukaran informasi dan promosi masih sulit dilakukan.

"Kami sulit ekspos karena sinyal tidak ada. Sinyal hp (hanphone) tidak ada apalagi internet. Harus ke kota dulu baru bisa dapat sinyal. Sedangkan untuk membuat profil desa saja harus menginap beberapa hari di Sumbawa," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement