REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji keputusan Amerika Serikat (AS) menutup kantor Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Washington. Ia menilai AS telah mengambil tindakan yang tepat terhadap Palestina.
“AS membuat keputusan yang benar mengenai misi PLO di Washington,” kata Netanyahu melalui akun Twitter pribadinya pada Selasa (11/9), dikutip laman Al-Araby.
“Israel mendukung tindakan Amerika yang dirancang untuk menjelaskan kepada Palestina bahwa menolak bernegosiasi dan upaya untuk menyerang Israel di forum internasional tidak akan memajukan perdamaian,” kata Netanyahu menambahkan.
Keputusan AS menutup kantor PLO di Washington berkaitan dengan sikap Palestina yang menolak melanjutkan perundingan perdamaian dengan Israel. Sekretaris Jenderal PLO Saeb Erekat sangat mengecam keputusan AS. “Ini adalah penegasan lain dari kebijakan pemerintahan (Donald) Trump untuk secara kolektif menghukum rakyat Palestina, termasuk dengan memotong dukungan keuangan untuk layanan kemanusiaan, mencakup kesehatan dan pendidikan,” kata Erekat.
Penasihat keamanan nasional AS John Bolton mengatakan kantor PLO di Washington tidak akan dibuka kembali hingga Palestina bersedia melanjutkan perundingan. “Pemerintahan Trump tidak akan membuat kantor terbuka ketika Palestina menolak memulai perundingan langsung dan berarti dengan Israel,” ujarnya.
Penutupan kantor PLO, berfungsi sebagai entitas utama yang mewakili rakyat Palestina, merupakan tindakan terbaru oleh pemerintahan Trump dalam menekan Palestina. Sebelumnya, AS juga memutuskan untuk tidak lagi memberikan kontribusi dana kepada Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). Hal itu secara langsung mengancam eksistensi UNRWA yang menaungi sekitar 5 juta pengungsi Palestina. Sebab, AS merupakan penyandang dana terbesar untuk UNRWA dengan dana sumbangan rata-rata mencapai 300 juta dolar per tahun.
Pada Desember tahun lalu, AS telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Langkah itu membuat Palestina menarik diri dari perundingan perdamaian dengan Israel yang dimediasi AS. Palestina menilai AS tak lagi menjadi mediator yang netral karena terbukti membela kepentingan politik Israel.