Rabu 12 Sep 2018 17:53 WIB

Rupiah Dinilai Tangguh Hadapi Dolar AS

Situasi Indonesia dinilai lebih baik dibanding Argentina dan Turki.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas menghitung uang pecahan dolar Amerika Serikat di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Selasa (4/9). Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS melemah menjadi Rp14.940 per dolar AS pada perdagangan hari ini.
Foto: Rivan Awal Lingga/Antara
Petugas menghitung uang pecahan dolar Amerika Serikat di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Selasa (4/9). Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS melemah menjadi Rp14.940 per dolar AS pada perdagangan hari ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kurs rupiah dinilai masih cukup kuat di tengah pelemahan mata uang sejumlah negara. Bahkan rupiah termasuk paling tangguh dibandingkan mata uang enam negara anggota G-20.

Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden (KSP) Denni Puspa Purbasari menegaskan pelemahan rupiah tidak akan mencapai titik krisis moneter seperti 1998.

Pemerintah tidak panik, tetapi lebih mawas diri dalam mengobservasi data market Indonesia serta berbagai perkembangan terkini di dunia internasional.  "Situasi Indonesia ini jauh berbeda dibandingkan kondisi pada 1998 atau 2008. Satu hal yang pasti cadangan devisa kita jauh lebih kuat, lima kali lebih kuat dibanding 1998," kata Denni melalui siaran pers, Rabu, (12/9).

Cadangan devisa Indonesia, kata dia, per akhir Juli 2018 mencapai 118,3 miliar dolar AS. Sementara saat terjadi krisis ekonomi tahun 1998, cadangan devisa Indonesia hanya sebesar 23,61 miliar dolar AS.

Indikator positif lainnya, kata Denni, Bank Indonesia (BI) mencatat adanya aliran masuk modal asing sebesar 4,5 miliar dolar AS ke Indonesia. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga solid serta tidak ada masalah dengan peringkat surat utang pemerintah.

"Sehingga kita masuk dalam investment grade yang bagus atau layak investasi menurut lima lembaga pemeringkat ekonomi,” ungkapnya.

Baca juga,  Rupiah Kembali Melemah, Ini Penjelasan Sri Mulyani.

Ia menambahkan, dalam situasi seperti saat ini, penting adanya independensi BI. Situasi ini berbeda dengan negara lain seperti Turki dan Argentina yang juga tengah mengalami krisis. “Hal ini beda dengan intervensi yang dilakukan pemerintah Turki dan Argentina terhadap bank sentralnya. Dengan begitu ada hambatan ketika bank sentral ingin menaikkan suku bunga, misalnya,” jelasnya.

Denni menambahkan, Indonesia juga memiliki hubungan baik dengan bank sentral negara lain. Di antaranya Jepang, Cina, Korea Selatan, dan Australia.

Terkait pelemahan nilai rupiah terhadap dolar AS, Denni mengingatkan, sebagai negara pengekspor minyak dan beberapa komoditas lain, pemerintah juga mendapatkan windfall berupa kenaikan PNBP. Keuntungan tersebut di antaranya digunakan untuk mensubsidi solar agar dapat menstimulasi produktivitas di bidang industri, khususnya transportasi barang dan jasa.

Berdasarkan data Bloomberg, terhitung sejak awal tahun hingga pertengahan Agustus 2018, nilai tukar rupiah lebih mampu menahan penguatan dolar Amerika Serikat (AS) jika dibandingkan dengan mata uang Turki, Argentina, Rusia, Brasil, Afrika Selatan dan India. Dalam sepekan terakhir pun, nilai rupiah belum menyentuh Rp 15 ribu per dolar AS.

Sejak awal tahun ini hingga pertengahan Agustus 2018, rupiah melemah 7,7 persen terhadap dolar AS. Sementara Lira Turki melemah 80,43 persen dan Peso Argentina (56,90 persen). Rupiah juga lebih kuat jika dibandingkan rubel Rusia yang melemah 17,62 persen, Real Brasil melemah 16,66 persen, rand Afrika melemah sebanyak 16,65 persen,  serta rupee India melemah 9,66 persen.

Data Reuters juga menunjukkan pelemahan nilai tukar rupiah tidak terlalu dalam jika dibandingkan enam negara anggota G-20. Dari awal tahun hingga akhir Agustus 2018 atau year to date (ytd), rupiah melemah 8,4 persen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement