Rabu 12 Sep 2018 23:09 WIB

30 Ribu Warga Idlib Suriah Lari ke Perbatasan Turki

Suriah menggelar serangan militer besar-besaran di Idlib.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Seorang anak yang keluar dari tempat pengungsian yang tidak layak di Idlib, Suriah
Foto: The Guardian
Seorang anak yang keluar dari tempat pengungsian yang tidak layak di Idlib, Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS – Lebih dari 30 ribu warga yang tinggal di Provinsi Idlib, Suriah, dilaporkan telah melarikan diri ke desa-desa dekat perbatasan Turki. Mereka meninggalkan rumahnya masing-masing guna menghindari serangan militer besar-besaran yang direncanakan Pemerintah Suriah ke Idlib.

Gelombang perpindahan penduduk Idlib telah terjadi sejak pasukan Rusia melancarkan serangan udara ke Idlib pekan lalu. Hal itu seketika memicu kepanikan warga sipil di sana. “Apa yang terjadi adalah kehancuran di mana-mana, terbakar, sesuatu yang tidak dapat Anda jelaskan,” kata Ali al-Mheymid (50 tahun) yang telah melarikan diri bersama keluarganya dari desa Sarjah di Idlib pekan lalu.

Al-Mheymid mengaku sangat mencemaskan keselamatan keluargnya. “Mereka tidak membedakan antara warga sipil dan lainnya (ketika melakukan serangan),” ucapnya. Saat ini al-Mheymid dan keluarnya mengungsi di desa dekat Bab Al-Hawa yang berseberangan dengan Turki. Ia tinggal di sebuah tenda darurat dengan 13 kerabatnya setelah membayar sewa kepada pemilik tanah.

Ia mengatakan terdapat ratusan orang yang telah mengungsi bersamanya. Rata-rata dari mereka hanya membawa selimut dan persediaan logistik. Menurut al-Mheymid, orang-orang merasa lebih aman tinggal di desa dekat perbatasan Turki daripada harus menetap di Idlib.

Mamdouh Abu al-Saoud juga telah mengungsi bersama istri dan tiga anaknya dari Idlib ke desa dekat Bab Al-Hawa. Ia mengatakan sangat khawatir pertempuran di Idlib akan semakin brutal. “Apa yang akan kita lakukan? Setiap waktu hal itu mengikuti kami, kami melarikan diri satu meter ke utara dan menyerahkannya kepada Allah, ke mana kami akan pergi?” ucap al-Saoud.

Ia mengungkapkan, peperangan yang telah berlangsung sekitar tujuh tahun di Suriah telah memaksanya dan keluarganya mengungsi berkali-kali. Pertama dari kampung halaman mereka di Provinsi Hama, kemudian hidup sebagai pengungsi di Yordania. Setelah itu mereka memutuskan pergi ke Idlib. “Kami telah datang (ke Idlib) tanpa apa pun,” ujarnya.

Hussein al-Okab (43 tahun) juga telah mengungsi bersama istri dan ketujuh anaknya dari Idlib. Ia memperkirakan peperangan yang terjadi di wilayah tersebut akan semakin memburuk setiap harinya. “Pada hari pertama pengeboman (Selasa pekan lalu), kami mengatakan mungkin itu akan menyusut. Keesokan harinya, ada lebih banyak lagi (serangan bom udara),” ucapnya.

Juru bicara Kantor PBB untuk Urusan Kemanusiaan (OCHA) David Swanson mengatakan, warga Idlib yang mengungsi kini hidup di berbagai tempat tinggal. “Sekitar setengah dari mereka yang dipindahkan sejauh ini telah pindah ke tenda, sementara yang lain pergi ke permukiman informal, tinggal dengan keluarga atau menyewa rumah,” ungkapnya.

Idlib merupakan wilayah yang hendak direbut kembali oleh Suriah dengan bantuan sekutunya, yakni Rusia dan Iran. Saat ini Idlib masih dikuasai milisi pemberontak yang menentang pemerintahan Bashar al-Assad. Idlib menjadi satu-satunya wilayah yang masih berada di luar kontrol Pemerintah Suriah.  

PBB telah memperingatkan, serangan ke Idlib, yang dihuni 2,9 juta orang, berpotensi menciptakan keadaan darurat kemanusiaan dalam skala yang belum terlihat sebelumnya. Jumlah warga Idlib yang membutuhkan bantuan, yang saat ini sudah cukup tinggi, akan melonjak tajam. Sementara itu, 800 ribu orang diperkirakan dapat mengungsi bila serangan besar-besaran terjadi di sana.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement