REPUBLIKA.CO.ID, TOPEKA -- Seorang narapidana Muslim diduga mengalami penyiksaan di Penjara Kansas karena mengenakan jilbab. Sebuah kelompok yang menyuarakan hak-hak sipil Muslim, Muslim Advocates menyebut korban mengalami penyiksaan berbulan-bulan oleh sipir.
Dilansir di Huffington Post pada Rabu (12/9), Valeriece Ealom (49 tahun) mengatakan petugas lembaga pemasyarakatan di Leavenworth Detention Center (LDC) di Kansas, AS menyebut jilbabnya sebagai "kain.“ Petugas memerintahkan Ealom melepas jilbab, jika ingin meninggalkan selnya.
Ketika Ealom mengajukan keluhan kepada manajemen penjara, mereka tidak bisa mengambil tindakan korektif yang signifikan. “Tindakan yang telah terjadi di Pusat Penahanan Leavenworth jelas melanggar hukum federal,” kata pengacara staf Muslim Advocates, Nimra Azmi.
LDC adalah fasilitas US Marshals Service yang dijalankan oleh CoreCivic. CoreCivic adalah salah satu operator penjara swasta terbesar di Amerika. Muslim Advocates telah mengajukan surat berisi dugaan penganiayaan yang menimpa Ealom ke Departemen Kehakiman, US Marshals Service dan pejabat CoreCivic.
Tahun lalu, LDC mendapat sorotan usai audit Departemen Kehakiman menemukan bukti adanya kekurangan, masalah keamanan, dan praktik penipuan di sana. LDC juga diduga merekam panggilan telepon antara tahanan dan pengacaranya.
Ealom berada di LDC sejak November 2017, tepatnya usai jaksa mencabut pembebasan bersyaratnya dalam kasus narkoba. Ealom sudah menginformasikan keinginannya mengenakan jilbab di LDC. Kemudian, seorang ulama LDC memberi Ealom dua jilbab untuk dikenakan sehari-hari.
Setelah Ealom mulai menutup rambutnya, ia mengaku, tiga petugas koreksi mulai melecehkannya. Menurut Muslim Advocates, pelecehan meningkat setelah Ealom memberi tahu manajemen penjara tentang tindakan petugas terhadapnya.
Pada Januari lalu, dua petugas dilaporkan menolak mengizinkan Ealom meninggalkan selnya untuk mengambil obat hariannya. Bahkan, seorang petugas mengancam menempatkannya di sel isolasi.
Dalam insiden berikutnya, kelompok itu mengatakan seorang perwira menyita jilbab Ealom dengan dalih itu barang selundupan. Dia juga dengan agresif menyela Ealom selama menjalankan shalat. Ealom mengatakan pernah dikunci di selnya karena alasan dirinya seorang Muslim.
Muslim Advocates mengatakan Ealom berulang kali memberi tahu manajemen LDC tentang tindakan petugas. Pada Februari, Ealom mencoba mengajukan gugatan perdata federal tentang masalah itu, tanpa pengacara.
Namun, hakim menolak gugatan itu dengan alasan kurangnya bukti dan informasi. Kelompok advokat itu menuduh karyawan CoreCivic melanggar hukum federal dengan mengabaikan hak Ealom beribadah. Kelompok itu juga menyalahkan Dinas Marshall AS karena gagal memastikan CoreCivic memenuhi standar penahanan federal.
“Meskipun menyadari perilaku para petugas dan diskriminatif petugas, manajemen LDC belum mengambil langkah yang berarti untuk mengatasi situasi,” tulis Muslim Advocates dalam suratnya.
CoreCivic menanggapi surat itu dengan menyatakan mereka tidak mentolerir diskriminasi dalam bentuk apa pun. Mereka menjelaskan pendidikan kepekaan etnis dan budaya, adalah bagian dari setiap pelatihan karyawan.
“CoreCivic sangat peduli dengan setiap orang dalam pengawasan kami, kami berupaya mereka diperlakukan dengan hormat dan manusiawi,” kata direktur urusan publik perusahaan Amanda Gilchrist.
Dia menolak berkomentar tentang masalah Ealom terkait sikap petugas. “Nona Ealom telah memanfaatkan mekanisme dalam beberapa kesempatan, dan fasilitas tersebut telah menanggapi dan terus merespons dengan tepat,” kata Gilchrist.
Muslim Advocates mendesak LDC mengambil langkah-langkah melatih, mengawasi, dan mendisiplinkan petugas-petugas yang terlibat dalam dugaan penganiayaan Ealom. “Kami meminta CoreCivic dan USMS mengambil langkah-langkah segera untuk mengatasi pola diskriminasi agama di LDC, dan wanita Muslim lainnya di fasilitas CoreCivic dan US Marshal di seluruh negeri. Sehingga mereka dapat mempraktekkan iman tanpa takut ada pelecehan,” tulis Muslim Advocates.