REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) mengklarifikasi, informasi tentang pergantian prasasti di Bandara Lombok. Seperti diketahui ada pergantian nama bandara dari Lombok International Airport (LIA) menjadi Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (ZAM).
"Berita prasasti Bapak SBY akan diganti dengan prasasti Pak Jokowi itu hoaks," ujar TGB di Islamic Center NTB, Kota Mataram, NTB, Kamis (13/9).
TGB mengatakan, tidak pernah terpikir akan mengganti prasasti tersebut. Karena, menurutnya, antara prasasti SBY dan prasasti yang kemungkinan ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi0 adalah dua hal yang berbeda.
"Prasasti Pak SBY, prasasti tentang peresmian operasional bandara, kalau nanti ada prasasti kedua, itu adalah prasasti tentang penamaan bandara, itu dua hal yang berbeda," lanjutnya.
Menurut TGB, Pemerintah Provinsi NTB akan selalu menghargai seluruh pihak, baik SBY maupun Jokowi yang dia nilai telah memiliki jasa yang besar dalam keberadaan bandara di Lombok.
Pergantian nama bandara
Nama Bandara Lombok diubah dari Lombok International Airport (LIA) menjadi Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (ZAM). Pergantian nama ini, menurut TGB merupakan keputusan dari pemerintah pusat.
"Prinsipnya kewenangan pemberian nama bandara oleh pusat melalui Menhub. Kita di daerah punya ruang mengusulkan, menyarankan tapi sepenuhnya kewenangan dari pusat," ujar TGB di Islamic Center NTB, Kamis (13/9).
Menurut TGB, proses pemberian nama bandara menjadi Bandara Internasional ZAM relatif tidak ada perdebatan panjang di pusat, lantaran NTB hanya memiliki satu pahlawan nasional, yakni Tuan Guru Kyai Haji (TGKH) Zainuddin Abdul Madjid. TGB menyampaikan, status pahlawan nasional melalui serangkaian proses verifikasi yang lengkap, mulai dari aspek pribadi, hingga perjuangannya.
"Sehingga tidak banyak perdebatan dan diputuskan nama beliau menjadi nama bandara. Kita di daerah tentu kita menghargai dan apresiasi karena putra NTB yang telah menjadi milik Indonesia diabadikan menjadi nama bandara," lanjutnya.
Terkait adanya penolakan dari sejumlah pihak di Lombok, TGB membuka ruang untuk bermusyawarah dan diskusi. "Jangan sampai, kita sebagai satu keluarga di NTB, karena ada satu-dua hal mungkin pandangan politik yang berbeda, dampak dari pilkada, lalu kita gunakan isu primordial untuk memecah belah kita sendiri," kata dia.