REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Blang Bintang menyatakan, sebanyak 151 titik panas terdeteksi oleh satelit di daratan Pulau Sumatra. Lebih dari sebagian jumlah total titik panas tersebut mengindikasikan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
"Untuk Provinsi Aceh, satelit menyatakan pagi ini tidak ada titik panas. Tapi di delapan provinsi lain di Sumatera dengan total berjumlah 151 titik, dan 78 di antaranya terindikasi Karhutla," ujar Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Blang Bintang, Zakaria Ahmad di Aceh Besar, Kamis (13/9).
Ia menjelaskan, ke-78 titik panas tersebut sudah terindikasi Karhutla akibat memiliki tingkat kepercayaan di atas 71 persen atau persentase yang diduga sebagai titik api ada 42 titik di antaranya. Lalu terdapat 36 titik di antaranya dinyatakan sebagai titik api karena memiliki tingkat kepercayaan melebihi 81 persen untuk setiap titiknya.
Kedelapan provinsi wilayah penyebaran titik panas, yakni Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, dan Lampung. "Ini (titik api, dan diduga titik api) mayoritas terpantau satelit ada di tiga provinsi, yakni Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung," ujarnya.
Sedangkan, ke-73 titik panas lagi, tercatat 45 titik di antaranya kategori mengkhawatirkan karena memiliki tingkat kepercayaan lebih dari 61 persen. "Ada 28 titik panas di antaranya, kita menyatakan masih aman. Walau memiliki tingkat dengan kepercayaan Karhutla di atas 51 persen," tegas Zakaria.
Pemerintah pada 2018 mengawal ketat wilayah rawan Karhutla, sehingga berhasil menurunkan jumlah titik api hingga 96,5 persen di seluruh Indonesia dalam periode 2015-2017.
"Berdasarkan data hasil pantauan satelit milik NOAA, jumlah titik api pada 2015 mencapai 21.929, sedangkan di 2016 menurun menjadi 3.915. Pada 2017, jumlah titik api kembali menurun menjadi 2.257," kata Direktur Pengendalian Karhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Raffles B Panjaitan.
KLHK mencatat luas area hutan dan lahan yang terbakar pada 2015 mencapai 2.611.411 hektare (ha). Angka ini menurun menjadi 438.360 ha di 2016, lalu turun lagi menjadi 165.464 ha pada 2017.
"Sejak 2016, perusahaan tidak berani lagi melakukan pembukaan lahan dengan membakar, ini berpengaruh. Kalau pun ada yang terbakar itu hanya spot-spot kecil saja karena kelalaian," ujar Raffles.