Jumat 14 Sep 2018 18:47 WIB

Ini Alasan Penyidik tidak Menahan Nur Mahmudi

Nur Mahmudi jadi tersangka korupsi proyek fiktif pembebasan tanah di Depok.

Rep: Rahma Sulistya, Rusdy Nurdiansyah/ Red: Andri Saubani
Mantan Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail memenuhi panggilan Polres Depok, Kamis (13/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail memenuhi panggilan Polres Depok, Kamis (13/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, mantan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail tidak ditahan oleh penyidik kepolisian. Nur Mahmudi dinilai kooperatif dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek jalan di Depok, Jawa Barat.

“Subjektivitas penyidik ya, dan tidak wajib, tidak harus, tapi itu subjektivitas penyidik, yang bersangkutan kooperatif pada saat dimintai keterangan. Itu semua adalah kewenangan penyidik terhadap tersangka,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Jumat (14/9).

Pada Kamis (13/9), Nur Mahmudi menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di hadapan penyidik Polres Kota Depok dengan dibantu Polda Metro Jaya. Pemeriksaan yang dimulai sejak pukul 09.30 WIB selesai sekitar pukul 22.00 WIB.

“Jadi dari pemeriksaan itu ada 60 lebih pertanyaan yang disampaikan, berkaitan dengan perizinan dan juga masalah proses anggaran seperti apa, garis besarnya seperti itu. Kemudian penyidik juga beri hak tersangka, seperti haknya seperti makan siang, sembahyang, makan malam,” kata Argo.

Dari pemeriksaan itu, penyidik akan melakukan gelar perkara lagi. Dalam kasus inisudah ada sekitar 80 saksi dan ahli yang diperiksa dan beberapa petunjuk yang didapatkan yang akan dicek kembali.

“Nanti kita cek di pengadilan masalah proses perizinan dan bagaiman penganggaran di situ. Ini nanti masih ada beberapa ya, membuat resume dan sebagainya, yang dilakukan oleh penyidik ya,” kata Argo.

Nur Mahmudi kini telah berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan lahan, untuk pelebaran Jalan Nangka, Tapos, Depok pada 2015 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 10 miliar. Rencananya jalan selebar lima meter akan diperlebar menjadi 14 meter, namun hingga saat ini jalan tersebut masih belum dilebarkan.

Selain Nur Mahmudi, mantan Sekretaris Daerah (Sekda), Harry Prihanto juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Menurut Kasat Reskrim Polres Depok, Komisaris Polisi Bintoro di Mapolres Depok, Jumat (14/9), pihaknya sudah memeriksa kedua tersangka dalam kasus ini.

"Fokus pemeriksaan masih masalah korupsi proyek tersebut, juga dilakukan gelar perkara," terangnya.

Kuasa hukum Nur Mahmudi, Iim Abdul Halim mengungkapkan, kliennya kemarin diperiksa dengan 64 pertanyaan yang diajukan tim penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipokor), Satreskrim Polres Depok. "Polisi sangat profesional, dalam penyidikan kasus ini," tegas Iim usai pemeriksaan Nur Mahmudi sebagai tersangka di Mapolres Depok, Kamis (13/9).

Menurut Iim, substansi pertanyaan pemeriksaan tim penyidik masih normatif seputar pelaksanaan proyek pengadaan lahan dan pembangunan Jalan Nangka. "Pemeriksaan masih normatif dan tuduhan melanggar pasal 2 dan 3 UU Tipikor," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement