REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kondisi APBN yang sehat dapat menjadi pelindung untuk menghadapi gejolak perekonomian global. Menurut Sri, sejumlah negara yang memiliki kelemahan dalam kondisi fiskal rentan terdampak gejolak seperti Argentina dan Turki.
"Dengan APBN sehat, kita bersyukur bisa menghadapi turbulensi dari luar," kata Sri di hadapan 1.200 pengusaha dalam seminar yang digelar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Jumat (14/9).
Sri mengatakan, kondisi lebih buruk bisa terjadi ketika suatu negara memiliki kondisi fiskal dan moneter yang lemah dalam menghadapi tekanan global. Ia mencontohkan, Argentina yang memiliki tingkat defisit fiskal sebesar lima persen dari PDB dan inflasi tinggi harus menaikkan suku bunga hingga 60 persen. Hal serupa terjadi Turki yang menaikkan suku bunga bank sentralnya sebesar 625 basis poin dari 17,75 persen menjadi 24 persen.
Pemerintah menjaga tingkat defisit APBN 2018 di level Rp 150 triliun hingga 31 Agustus 2018. Angka itu lebih kecil dibandingkan defisit pada periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 225 triliun.
Sri merinci, realisasi penerimaan negara hingga Agustus 2018 mencapai Rp 1.152 triliun atau 60,8 persen dari target dalam APBN 2018. Angka itu tumbuh 18,4 persen dibandingkan penerimaan negara dalam periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan itu juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 11 persen.
Sri mengatakan, pertumbuhan penerimaan perpajakan juga menunjukkan kenaikan solid. Dia menyebut, pertumbuhan penerimaan perpajakan hingga Agustus 2018 adalah sebesar 16,5 persen sementara pertumbuhan penerimaan dalam periode yang sama tahun lalu sebesar 9,5 persen.
Sementara, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tumbuh 24,3 persen hingga Agustus 2018 dan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan dalam periode yang sama tahun lalu yang sebesar 20,2 persen.
Dari sisi belanja negara, Sri menyebut kinerjanya tetap positif. Dia mengatakan, hingga Agustus 2018 belanja negara tumbuh 8,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan itu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang sebesar lima persen.
Sri mengatakan, akselerasi belanja negara dapat tetap dijaga berkat pertumbuhan penerimaan yang tinggi. Neraca keseimbangan primer pun masih terjaga surplus di level Rp 11,5 triliun hingga Agustus 2018. Sementara, pada Agustus tahun lalu keseimbangan primer mengalami defisit Rp 84 triliun.
Oleh karena itu, Sri mengimbau pengusaha untuk bisa mendukung penguatan APBN dengan patuh membayar pajak. "Kalau menghadapi badai di luar, rumah kita harus kokoh. Kita harus pastikan semua jendela, pintu, pilar-pilar yang menyangga rumah kita, harus kita jaga bersama," kata Sri.