REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Firman Soebagyo mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) soal eks narapidana korupsi maju sebagai caleg pada Pileg 2019. Politikus Partai Golkar ini pun meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mematuhi putusan tersebut.
Firman mengatakan putusan ini untuk memberikan sebuah kepastian hukum kepada bacaleg apakah diperbolehka ikut atau tidak. Firman menjelaskan, putusan ini harus ditindaklanjuti KPU dengan segera merevisi PKPU sudah lebih dulu melarang eks narapidana korupsi maju sebagai caleg.
“Keputusan ini sudah sepatutnya harus dipatuhi oleh KPU," kata Firman dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Sabtu (15/9).
Di sisi lain, ia mengatakan, Bawaslu harus ikut serta mengawal pelaksaan putusan ini oleh KPU. Dengan demikian, ia menambahkan, ke depan tidak ada lagi timbul kegaduhan seperti sebelumnya.
Firman menilai putusan ini tidak lantas membuat semangat untuk mencari pemimpin yang bersih mengendur. Sebaliknya, semangat tersebut harus tetap dikedepankan terutama pemberantasan korupsi.
“Soal mencoret bakal caleg yang eks narapidana korupsi lalu akan kembali dicalonkan atau tidak itu semua kembali kepada kebijakan parpol tersebut," kata dia.
Baca Juga:
- LSI: Golkar Terancam Jadi Papan Tengah
- Mardani Sesalkan Putusan MA terkait Mantan Napi Korupsi
- Perludem dan ICW Dorong KPU Publikasikan Riwayat Bacaleg
Kemudian, KPU bisa segera membuat surat edaran kepada parpol untuk tidak mencalonkan mantan narapidana korupsi untuk dicalonkan menjadi caleg. Hal ini nanti bisa dapat dilihat keseriuan parpol yang mempunyai semangat pemberangasan korupsi.
“Kami beri kemewanangan KPU untuk mengumumkan ke publik secara luas bila ada parpol yang tetap mancatumkan/mengusulkan mantan narapidana menjadi Caleg dan persoalkan eks napi korupsi dicalonkan kembali atau tidak tergantung parpol,” kata Firman.
PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang eks koruptor untuk nyaleg kini telah dibatalkan oleh MA. Putusan itu diputus MA pada 13 September kemarin. PKPU itu dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang.
Dengan demikian, eks koruptor bisa melenggang di Pemilu 2019 mendatang. Permohonan itu diputus pada Kamis, 13 September 2018, oleh majelis hakim yang terdiri dari tiga hakim agung, yaitu Irfan Fachrudin, Yodi Martono, dan Supandi.