REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan pengadilan tipikor pada PN Surabaya yang menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak politik pada terdakwa Marianus Sae, Bupati Ngada non-aktif. Marianus Sae divonis delapan tahun penjara pada Jumat (14/9) atas kasus suap yang menjeratnya. Ia juga dikenakan denda Rp 300 juta subsider empat bulan penjara ditambah empat tahun pencabutan hak politik.
"Secara umum, seluruh dugaan penerimaan yang didakwakan KPK baik suap ataupun gratifikasi telah dinyatakan terbukti oleh hakim. Yang bersangkutan diduga menerima suap Rp 5.783.000.000 dan gratifikasi Rp 875 juta," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Sabtu (15/9).
Menurut Febri, satu hal yang juga terbukti di persidangan adalah rencana penggunaan uang untuk pilkada. Hal ini menambah deretan fakta masih belum bersihnya proses politik kita dari korupsi.
"Komitmen bersama untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik melalui politik yang bersih semestinya dilakukan secara serius oleh seluruh pihak. Tidak saja terkait pemilihan kepala daerah, tetapi juga pemilihan legislatif yang akan berjalan ke depan," tuturnya.
Febri melanjutkan, khusus untuk pencabutan hak politik, KPK berharap tuntutan dan hukuman terhadap pelaku korupsi di sektor politik ini bisa lebih luas diterapkan dalam semua proses hukum kasus korupsi hingga di pengadilan.