REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golongan Karya (Golkar) menerapkan pendekatan antikorupsi di internal partai untuk merebut hati pemilih generasi milenial pada Pemilu 2019. Ketua DPP Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan, dengan empat karakteristik yang dimiliki milenial yaitu kritis terhadap hal yang menyimpang, menginginkan perubahan, mencari alat yang memudahkam mereka mencari tahu, dan bergaul berdasarkan komunitas, membuat pihaknya memetakan beberapa hal.
"Yaitu generasi milenial sensitif korupsi dan politisasi identitas yang berlebihan," kata Doli dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (15/9).
Padahal, kata dia, jumlah generasi milenial di Indonesia cukup banyak. Apalagi, ketika Indonesia mengalami bonus demografi dalam beberapa tahun mendatang maka 60 persen dari total populasi Indonesia merupakan anak-anak muda.
"Karena itu kami memberikan perhatian khusus (untuk merebut suara milenial di pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden 2019)," ujarnya.
Doli menyebut Golkar menyasar anak muda dengan mengusung kampanye tanpa korupsi. Partainya pun tegas menindak kadernya yang melakukan tindakan korup itu.
Tak hanya itu, ia menambahkan, Partai Golkar sudah melakukan beberapa pendekatan supaya kaum muda melirik partai berlambang pohon beringin itu. Kendati demikian, ia mengakui Partai Golkar masih kesulitanmasuk ke kelompok milenial, karena citra partai yang dianggap partainya orang tua.
Tetapi, Doli menyadari partainya mau tidak mau harus melakukan penyesuaian atau adaptasi. Jika tidak, partai berlambang pohon beringin ini akan sulit merebut suara potesial milenial pada Pemilu 2019.
"Makanya suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, kami harus adaptasi untuk masuk ke populasi terbesar di negara kita (generasi milenial)," ujarnya.
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfarabie meminta partai politik (parpol) membuat isu membahas apa yang dibutuhkan generasi milenial jika ingin merebut suara mereka. Apalagi generasi milenial apatis terhadap politik.
"Parpol harus membahas isu apa yang dibutuhkan generasi milenial," katanya, dalam diskusi yang sama.
Menurutnya hanya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang memiliki pencitraan mewakili anak muda tetapi itupun tidak cukup mewakili seluruh pemilih muda yang jumlahnya sekitar 40 persen dari pemilih total. Selebihnya, kata dia, parpol hanya berhasil mendefinisikan apa itu generasi milenial tetapi tidak mengetahui cara untuk merangkul suara generasi milenial seperti apa.
Ia menyayangkan belum ada parpol yang jelas muncul dengan isu milenial yang menjadi concern partai. Persoalan ditambah dengan karakteristik daftar pemilih tetap (DPT) milenial yang mayoritas apatis.
Adjie menyebutkan, survei menunjukkan pemilih milenial yang aktif secara politik, menonton talkshow dan membaca berita politik hanya dibawah 10 persen. "Artinya mereka (generasi milenial) tidak terlalu tertarik membahas berita-berita politik," katanya.
Jadi, kata dia, memang harus ada isu yang relevan untuk pemilih milenial yang cuek terhadap politik itu. Ia menyebutkan salah satu isu penting untuk pemilih muda adalah lapangan kerja.