Ahad 16 Sep 2018 18:00 WIB

Kesadaran Musim dalam Kalender Arab

penamaan bulan itu mengikuti nama pasar di Yaman yang kerap dikunjungi para saudagar

Ilustrasi kafilah dagang di gurun pasir
Foto: saharamet.org
Ilustrasi kafilah dagang di gurun pasir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Buku Penanggalan Islam karya Muh Hadi Bashori menyebutkan, penamaan bulan itu mengikuti nama pasar di Yaman yang kerap dikunjungi para saudagar Arab, Safariyan. Sumber lain menyebutkan, nama bulan yang sama merujuk pada kata al-Ashfar yang berarti `kuning'. Pada bulan itu daun-daun menguning dan berguguran.

Dua bulan berikutnya, Rabiul Awal dan Rabiul Akhir, berhubungan dengan musim semi bulan per- tama dan kedua. Kata rabii'dalam bahasa Arab berarti `musim semi.'Keistimewaan bulan ketiga ini adalah pada tanggal 12 dirayakan seba- gai Maulid Nabi SAW.

Sementara itu, Rabiul Akhir juga di maknai sebagai `menetap' (rabi')yang terakhir. Maksudnya, kala itu pria Arab menetap terakhir di rumah untuk kemudian mengadakan perjalanan dagang ke negeri luar.

Dua bulan selanjutnya, Jumadil Awal dan Jumadil Akhir, berkaitan dengan musim kemarau bulan pertama dan kedua. Dalam bahasa Arab, jamada berarti `kerontang'.

Kemudian, bulan Rajab yang secara kebahasaan berarti `menghormati.' Hal itu disebabkan Rajab adalah salah satu dari empat bulan haram. Di masa jahiliyah, penduduk Arab menghormati Rajab dengan ritual menyembelih anak unta pertama yang lahir dari induknya. Pada Rajab, selain perang dilarang, pintu Ka'bah mulai dibuka.

Bulan Sya'ban dari kata syi'b yang berarti `lembah' atau `berserak-serak'. Maknanya, pada bulan itu orang-orang Arab turun berbondong-bondong ke lembah-lembah yang subur dan oasis untuk mengolah pertanian atau menggembala ternak.

Bulan kesembilan adalah Ramadhan yang maknanya secara kebahasaan `panas terik'. Dalam syariat Islam, puasa sepanjang Ra- madhan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim, seperti diisyaratkan dalam surah al-Baqarah ayat 185.

Bulan ke-10 bernama Syawal yang artinya `peningkatan' atau `terbit'. Hari pertama pada bulan ini dirayakan sebagai Idul Fitri. Oleh karena itu, Syawal dapat dimaknai sebagai momentum peningkatan kualitas diri seorang Muslim setelah menempuh latihan Ramadhan satu bulan penuh.

Bulan ke-11 dan ke-12 berturut- turut adalah Dzulqaidah, secara leksikografis berarti `penguasa melakukan gencatan senjata' dan Dzulhijah. Keduanya termasuk jajaran bulan haram sesuai perintah Allah SWT. Perang dilarang sepanjang bulan-bulan tersebut.

Orang- orang Arab punya kebiasaan untuk lebih sering berada di rumah sepa- njang Dzulqaidah. Bulan tersebut harfiahnya berarti `yang empunya rumah sedang duduk'.

Ibadah haji terjadi pada Dzulhijah yang secara harfiah berarti `yang empunya haji'. Ritual haji sesungguhnya sudah berlangsung jauh sebelum risalah Islam turun kepada Nabi SAW.

Islam masih memberlakukan haji sembari melengkapinya dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana telah dicontohkan Rasulullah SAW.Pelaksanaannya berlangsung pada 8, 9, dan 10 Dzulhijah.

Perayaan Idul Adha 10 Dzulhijah digelar di seluruh penjuru dunia. Pada hari itu orang Islam menyembelih hewan kurban dan membagi-bagikan daging kepada mereka yang membutuhkan. Idul Adha juga mem- peringati perjuangan Nabi Ibra him AS dan anaknya, Nabi Ismail AS.

Oleh karena memakai sistem lunar calendar, batas hari menurut penanggalan Arab-Islam adalah terbenamnya matahari. Seba- gaimana penamaan bulan, pembagian hari juga mengalami dinamika sejarah.

Mengutip Ensiklopedi Islam untuk Pelajar,bangsa Arab Kuno mula-mula membagi satu bulan menjadi tiga jangka waktu. Setiap bagian itu terdiri atas 10 hari yang namanya adalah Gurar, Nufal, Tusa', `Usar, Bid, Dura', Zulam, Hanadis/Duhm, Da'adi, dan Mihak.

Belakangan, bangsa Arab memodifikasinya. Maka dari itu, setiap bulan terdiri atas kelompok tujuh harian (pekan). Berlainan dengan penamaan bulan atau tahun, nama- nama hari dalam kalender Arab mengikuti kaidah urutan.

Hari pertama disebut sebagai `yang kesatu', Awwal (Ahad). Hari- hari sesudahnya adalah Ahwan, Jubar Dubar, Mu'nis, Aruba', dan Siyar. Nama-nama itu disempur- nakan lagi ketika Islam berkem- bang.

Mereka menjadi al-Ahad, al-Isnain, as-Sulasa, al-Arbi'a, al- Khamis, al-Jumu'ah, dan as-Sabt.

Jumat dijadikan sebagai hari khusus di antara hari-hari lainnya bagi umat Islam. Sifat khusus itu berbeda, misalnya, dengan syariat bagi kaum Yahudi yang diperintah kan untuk memuliakan Sabtu (as-Sabt).

Islam tidak menyuruh umatnya untuk meniadakan aktivitas duniawi sepanjang hari Jumat. Allah SWT semata-mata menyuruh agar hamba-Nya meninggalkan pekerjaan duniawi sejak berkumandangnya panggilan azan shalat Jumat hingga usainya ibadah tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement