Ahad 16 Sep 2018 15:26 WIB

Parpol Belum Setuju DPT Ditetapkan Hari Ini

Semua pihak diminta menyandingkan data di dalam sebuah tempat yang tertutup.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Muhammad Hafil
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama Komisioner KPU Evi Novida (kiri) dan Viryan (kanan) memberikan paparan saat rapat pleno perbaikan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kantor KPU, Jakarta, Minggu (16/9).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama Komisioner KPU Evi Novida (kiri) dan Viryan (kanan) memberikan paparan saat rapat pleno perbaikan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kantor KPU, Jakarta, Minggu (16/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Data Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan (DPTHP) yang diperoleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki perbedaan 647.464 angka dengan hasil rekapitulasi DPT pada 5 September lalu. Namun, dalam proses penetapannya, ada beberapa pihak yang belum setuju dengan hasil itu.

Pada Rapat Pleno Rekapitulasi DPT Nasional lalu, KPU menunjukkan DPT Pemilu 2019 berjumlah 185.732.093. Hari ini, melalui Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi DPTHP Pemilu 2019, DPTHP yang didapatkan oleh KPU berjumlah 185.084.629, selisih 647.464 lebih sedikit dari data sebelumnya.

Dalam proses pembahasan data itu, ada beberapa partai politik yang belum setuju jika DPTHP ditetapkan hari ini. Masih ada beberapa hal yang dipertimbangkan oleh pihak-pihak tersebut, di antaranya perbedaan metode verifikasi yang dilakukan KPU dan mereka.

"Saya kira tadi kami tidak bisa menerima itu. Keberatan jika itu kemudian menjadi hasil rekapitulasi," jelas Ketua DPP PKS Pipin Sopian di sela rapat di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (16/9).

Pipin menjelaskan, pihaknya memprotes lantaran Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang diberikan kepada kepada pihaknya ditutupi enam angka yang paling belakang. Itu berdampak pada proses verifikasi yang dilakukan oleh partai politik untuk mengecek adanya data ganda atau tidak.

"Dampaknya kami tidak bisa secara akurat menemukan untuk bisa menemukan kegandaan itu. Kedua, termasuk kami tidak bisa mengetahui potensi dimana adanya pemilih yang belum cukup umur," terangnya.

Baca juga: Ijtima' Ulama II, Kapitra Klaim Terima Pesan dari Rizieq

KPU, kata Pipin, sebenarnya pun sudah tahu jumlah data ganda yang ada lebih dari yang mereka dapatkan, bahkan lebih dari satu juta. Jadi, ia menjelaskan, sebaiknya dalam menetapkan DPT jangan seperti saat ini yang dikejar dengan waktu. Ia menilai masih ada waktu untuk bisa menyesaikan permasalahan ini sampai selesai.

Selain itu, lanjut dia, jika data ini tetap dipaksakan, maka ia meyakini banyak pemilih yang akan tidak bisa memilih. Itu ia katakan karena melihat tidak dilakukannya verifikasi faktual akibat sempitnya waktu yang dimiliki KPU untuk melakukan perbaikan DPT.

Untuk mengatasi perbedaan metode yang Pipin katakan, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan, mengusulkan, semua pihak sama-sama menyandingkan data di dalam sebuah tempat yang tertutup. Di mana di ruangan tersebut ada KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan partai politik peserta pemilu.

"Buka semua bintang-bintangnya. Tadi sudah disampaikan, disumpah semua. Sehingga, (saat) sudah beres tutup lagi, partai politik tidak perlu membawa dokumen itu. Tapi kita sisir saja di situ," jelas dia.

Pada rapat ini, Bawaslu merekomendasikan penetapan DPT diperpanjang hingga 20 hari ke depan. Itu direkomendasikan terkait aspirasi yang disampaikan partai politik kepada Bawaslu mengenai masalah penetapan DPT.

"Kami rekomendasikan untuk diperpanjang hingga 20 hari ke depan," kata Ketua Bawaslu, Abhan.

Rekomendask perpanjangan penetapan tersebut diamini oleh pihak-pihak yang belum setuju penetapan DPT dilakukan hari ini. Hinca merasa waktu 20 hari itu sudah cukup untuk melakukan perbaikan sehingga tak terburu-buru.

"Tadi kita sepakatlah 20 hari cocok saya kira. Tidak usah buru-buru karena ini menyangkut kredibilitas penyelenggaraan pemilu kita," jelas dia.

Baca juga: Emil dan Sandiaga Sudah Ngopi Bareng

Baca juga: Jokowi: Rakyat Makin Pintar Melihat Siapa yang Harus Dipilih

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement