Senin 17 Sep 2018 16:46 WIB

Pengamat: Pakta Integritas Ijtima Ulama II Bersifat Normatif

Pengamat menilai ijtima ulama belum tentu meningkatkan elektabilitas paslon.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Umum GNPF Ulama, Ustaz Yusuf Muhammad Martak, Prabowo Subianto dan Zulkifli Hasan usai menandatangani fakta integritas yang dihasilkan Ijtima' Ulama II di Hotel Grand Cempaka, Jakarta pada Ahad (16/9)
Foto: Republika/Fuji Eka Permana
Ketua Umum GNPF Ulama, Ustaz Yusuf Muhammad Martak, Prabowo Subianto dan Zulkifli Hasan usai menandatangani fakta integritas yang dihasilkan Ijtima' Ulama II di Hotel Grand Cempaka, Jakarta pada Ahad (16/9)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Populi Center Usep Saiful Ahyar menilai, hasil Ijtima Ulama II belum tentu tingkatkan elektabilitas salah satu paslon capres-cawapres. Menurutnya, Ijtima Ulama II hanya sekadar meyakinkan pendukung paslon agar tidak berpindah dukungan.

"Ini tidak akan meningkatkan elektabilitas apalagi membuat para pendukung Jokowi-Ma'ruf pindah ke Prabowo-Sandi.  Sebab, Ijtima Ulama itu memang sudah ceruk milik Prabowo," kata Usep saat dihubungi Republika.co.id, Senin (17/9).

Para pendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin dapat dipastikan tidak akan beralih kepada pasangan Prabowo-Sandiaga pasca adanya Ijtima Ulama II. Sebab, Jokowi-Ma’ruf sudah memiliki basis pendukung sendiri yang cukup solid. "Ijtima Ulama II juga bukan ceruknya Jokowi," ucapnya.

Mereka yang berada bersama Ijtima Ulama II pada umumnya yang sudah sejak dahulu mendukung Prabowo-Sandiaga. Disisi lain, pun tidak mungkin jika Ijtima Ulama II tiba-tiba memberikan dukungan kepada pasangan Jokowi-Ma’ruf.

Usep menambahkan, ke-17 butir dalam pakta integritas Ijtima Ulama II juga bersifat normatif. Tanpa diminta, seorang presiden harus menjalankan hal-hal tersebut. Namun, khusus butir ke-16 ada sesuatu yang mencolok dan mencerminkan dibalik diselenggarakannya Ijtima Ulama II.

Poin tersebut yakni meminta kepada Prabowo-Sandi agar bersedia memulangkan Rizieq dengan menggunakan hak konstitusional dan atributif yang melekat pada jabatan presiden.  Permintaan itu, kata Usep, justru mencerminkan tujuan utama sebuah Ijtima Ulama, yakni memulangkan Rizieq dan membebaskan status hukumnya.

Permintaan tersebut, menurut Usep dari segi prinsip justru bertentangan dengan butir pakta integritas yang lain. Seperti dalam butir ke-11 yang meminta Prabowo-Sandi melanjurkan perjuangan reformasi untuk menegakkan hukum secara adil tanpa pandang bulu kepada setiap warga negara.

Permintaan memulangkan Rizieq Shihab dan membebaskan status hukum dengan memanfaatkan jabatan presiden sama sekali tidak mencerminkan penegakkan hukum secara adil. Hal itu, lanjut Usep, mencerminkan secara jelas bahwa Ijtima Ulama II utamanya dimotori oleh para tokoh yang terlibat dalam akis 411 dan 212 tahun 2016 serta 313 tahun 2017. Oleh karena itu, Usep menilai Ijtima Ulama belum merepresentasikan seluruh ulama.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement