REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid mengaku tak masalah dengan adanya usulan untuk menandai calon anggota legislatif yang berasal dari mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba dalam surat suara. Hidayat juga tak mempersoalkan jika caleg eks napi tiga tindak pidana tersebut diumumkan ke publik.
"Kalau ini mau dilakukan, ya, dilakukan saja. Ketentuan itu kalaupun dengan menggunakan tanda dan sebagainya, ya, itu kewenangan KPU (Komisi Pemilihan Umum)," ujar Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/9).
Menurutnya, PKS sudah sejak awal mendukung norma larangan mantan napi korupsi menjadi caleg sebelum adanya putusan MA. Bahkan, PKS telah menarik bakal caleg yang kecolongan diajukan PKS di daerah.
Ia juga memastikan PKS tidak akan memasukan caleg eks koruptor ke dalam daftar caleg yang diajukan. “Ketika kita kecolongan di daerah ada lima bacaleg yang seperti itu, semua dari eksternal dan masuk di hari terakhir, ya kita langsung tarik," ujar Hidayat.
Wakil Ketua MPR itu menyebut, saat ini bola ada di tangan masyarakat untuk memilih caleg yang berintegritas. Sebab, partai telah menandatangani pakta integritas untuk tidak mencalonkan caleg yang merupakan mantan narapidana korupsi dan dua tindak pidana lainnya tersebut.
“Ketika posisi jadi seperti ini, silakan rakyat yang menilai dan memilih calon yang tidak korupsi,” kata Hidayat.
Baca Juga:
- KPU Surati MA Minta Salinan Putusan soal Eks Koruptor
- Zulhas Pastikan PAN akan Bersihkan Caleg Eks Napi Korupsi
- PKB Sudah Coret Eks Napi Korupsi
Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk mengadopsi usulan agar menandai dan memberi keterangan kepada calon anggota legislatif yang berasal dari mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba. Itu jika partai politik ngotot tidak mencoret caleg eks koruptor dan dua tindak pidana lainnya dari daftar caleg yang diajukan parpol pasca putusan Mahkamah Agung.
"Apabila partai tidak mencoret, KPU mesti mengadopsi gagasan menandai atau memberi keterangan mantan napi korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba sesuai dengan kejahatan yang mereka lakukan," ujar Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Deklarasi Fadli Ramadhanil dalam diskusi terkait Putusan MA dan Pencalonan Koruptor di Pemilu 2019 di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) di Kalibata, Jakarta Selatan, Ahad (16/9).
Menurut Fadli, penandaan kepada caleg eks koruptor sebagai upaya memberitahukan ke publik terkait calon yang tidak berintegritas. Sehingga, publik tidak memilih para wakil rakyat tersebut.
Apalagi usulan penandaan ini juga pernah diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. "Gagasan ini harus diwujudkan secara serius jika parpol masih mencalonkan caleg itu, ini waktunya masih cukup untuk membuat model surat suara, itu nggak akan terlalu sulit," ujar Fadli.
Selain itu, Fadli menilai KPU juga harus membuka curriculum vitae atau daftar riwayat hidup seluruh caleg Pemilu 2019 tanpa terkecuali. Ia menilai publik berhak untuk mengenali rekam jejak caleg dalam pemilu 2019.
“Agar publik tidak memilih nama-nama yang sudah pernah terbukti melakukan korupsi demi perbaikan legislatif ke depan," ujar Fadli.
MA sebelumnya mengabulkan gugatan uji materi PKPU nomor 20 dan 26 tahun 2018 yang berdampak dibolehkannya eks korupotor nyaleg.