REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Wahyu Suryana, Andrian Saputra
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan ada Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mengancam mantan narapidana korupsi dengan hukuman mati jika tidak kapok. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menegaskan, hukuman mati tersebut bisa dikenakan kepada eks koruptor yang mencalonkan diri lagi menjadi anggota legislatif jika melakukan korupsi lagi.
Menurut Saut, meski putusan Mahkamah Agung (MA) membolehkan eks koruptor untuk kembali nyaleg, ancaman hukuman untuk mereka kelak akan lebih berat. Artinya, jika eks koruptor nyaleg dan terpilih lagi, kemudian mereka melakukan korupsi dan tertangkap, hukuman yang menanti adalah hukuman mati.
"Kalau umpamanya kita katakan kemudian mereka bakal melakukan (korupsi) lagi, jangan lupa, dalam pasal 2 (UU Tipikor) itu, kalau sudah melakukan korupsi kemudian korupsi lagi, bisa dihukum mati kok. Ada itu pasal 2, korupsi berulang-ulang," kata Saut seusai mengisi kuliah umum di Universitas Negeri Yogyakarta, Senin (17/9).
Soal putusan MA, Saut merasa itu memang kewenangan MA untuk memutuskan. Bila itu jadi perdebatan, ia mempersilakan itu menjadi perdebatan publik, tetapi harus bisa dipatuhi karena merupakan putusan paling tinggi untuk dihargai.
Terkait tindakan pada masa mendatang, ia menegaskan, KPK akan tetap melakukan penindakan kalau kembali terjadi. Kepatuhan terhadap putusan MA dirasa sebagai salah satu bentuk kepastian hukum.
"Jadi, jangan takut, orang ini pasti tahu ada pasal 2, kalau korupsi lagi bisa dihukum mati. Itu pasal 2, kalau korupsi mengulang-ulang, itu jadi kayak residivis itu," ujar Saut.
Baca Juga: Bagaimana Caranya Mengetahui Ada Caleg Eks Koruptor?
Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK Giri Suprapdiono mengatakan, untuk menimbulkan efek jera di diri koruptor, perlu pencabutan hak politik terhadap eks koruptor. Menurut Giri, putusan MA yang mengabulkan gugatan terhadap Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 dan Nomor 26 Tahun 2018 memang tidak bisa diterima secara moral. Namun, ada cara lain untuk membuat orang berpikir lagi untuk korupsi.
“Yang membuat mereka jera, dibikin miskin lalu dicabut hak politiknya, enggak boleh lagi mereka bisa nyalon pilkada,” tutur Giri saat mengisi Kuliah Umum di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Senin (17/9).