Selasa 18 Sep 2018 14:24 WIB

Sejarah Pengakuan Islam di Austria

Monarki Habsburg dihadapkan pada tantangan mengintegrasikan sejumlah besar Muslim.

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Muslim Austria
Foto: Reuters
Muslim Austria

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — "Bukan Islam yang datang ke Austria, melainkan Austria yang datang ke Islam. Lebih tepatnya, ke Bosnia," kata Vedran Dzihic dan Thomas Schmidinger dalam Looming Shadows: Migration and Integration at a Time of Upheaval. Negara ini memang memiliki riwayat yang agak berbeda dibanding negara-negara Eropa lain.

Di Austria, pengakuan status Islam bukanlah hasil kerja imigran Muslim pada 1960-an dan 1970-an, melainkan hasil dari hubungan bersejarah antara Austria dan negara-negara Balkan, khususnya Bosnia-Herzegovina.

Pada 1878, Kekaisaran Austria-Hongaria menduduki Bosnia dan Herzegovina yang semula merupakan salah satu provinsi Kekhalifahan Ottoman. Aneksasi wilayah ini secara resmi terjadi pada 1908. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Monarki Habsburg dihadapkan pada tantangan mengintegrasikan sejumlah besar Muslim ke wilayah mereka. 

Sebuah konvensi dengan pemerintahan Ottoman kemudian ditandatangani. Isinya, Kekaisaran Austria-Hongaria akan menjamin kebebasan beragama dari teritori yang ditaklukkan.

Hukum Islam yang pertama kali dibuat pada 1912 bertujuan mengintegrasikan ribuan Muslim yang secara resmi berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Austria-Hongaria. Pada Pasal 1 dikatakan, "Islam diakui sebagai sebuah komunitas agama" dan diberikan "perlindungan hukum yang sama seperti yang diberikan kepada komunitas agama lain di Austria." Negara berkewajiban melindungi adat istiadat, ajaran, dan lembaga Islam di negara itu.

Menurut Martina Schmied, "Islam in Osterreich" dalam Islam, Islamismus und islamischer Extremismus, hukum Islam 1912 itu setidaknya memberikan empat jaminan bagi Muslim Austria. Pertama, jaminan menjalankan ajaran Islam di lingkungan publik (misalnya, ajaran Islam di sekolah-sekolah). 

Kedua, pendirian lembaga keislaman. Ketiga, penentuan administrasi untuk masalah-masalah khusus. Terakhir, hak mendapat perlakuan yang sama dengan Katolik Roma dan anggota komunitas agama lain.

Perubahan geopolitik pasca-Perang Dunia I mengubah lanskap negara itu. Kekaisaran Austria-Hongaria pecah, menyisakan sedikit Muslim di negara yang kemudian disebut Austria. Kendati demikian, akhir monarki Austria-Hongaria pada 1918 tidak membawa perubahan terhadap status pengakuan Islam.

Hukum yang telah berusia satu abad ini diamandemen setahun silam. Menurut Menteri Luar Negeri Austria Sebastian Kurz, langkah itu diambil sebagai upaya untuk mempromosikan Islam berkarakter Eropa dan memerangi pertumbuhan Islam radikal.

Sebuah jajak pendapat menemukan, 58 persen warga Austria merasa radikalisasi Muslim tengah berlangsung di negaranya. Sekitar 200 orang dari Austria diperkirakan telah pergi ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan ISIS. 

UU yang disahkan Februari 2015 ini melarang organisasi-organisasi Islam menerima dana dari luar negeri dan mensyaratkan imam dapat berkhutbah dalam bahasa Jerman. Langkah ini menurut Kurz, seperti dikutip dari Aljazirah, agar menjadi contoh positif bagi pemuda Muslim.  

Dilansir dari BBC dan New York Times, perubahan ini menuai beragam reaksi. Hukum ini telah menghasilkan oposisi dari beberapa pihak, termasuk kelompok-kelompok Muslim Austria yang menyebutnya diskriminasi.  

Di lain pihak, hukum ini menegaskan status resmi Islam dan memperluas hak-hak Muslim. Seperti bimbingan spiritual di rumah sakit, cuti hari raya, dan makanan halal di sekolah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement