REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko membantah tudingan Istana berada di balik artikel Asia Sentinel yang menyebut Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerima aliran dana gelap Bank Century. Ia juga mengklarifikasi, beredarnya foto dirinya bersama dengan Co-Founder Asia Sentinel Lin Neumann serta beberapa orang lainnya.
Moeldoko mengatakan tak akan bertindak bodoh jika ingin melakukan operasi intelijen. Sebagai mantan Panglima TNI, tindakan operasi intelijen tak akan dilakukan secara terbuka.
"Kalau saya sebagai orang yang akan mengendalikan operasi intelijen, itu kan kira-kira operasi intelijen, bodoh banget saya terbuka begitu. Mungkin saya nggak bisa jadi Panglima TNI kalau begitu, kalau saya bodo hsekali," jelas Moeldoko di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (18/9).
Ia menjelaskan, pertemuannya dengan Lin Neumann yang merupakan Kepala Kadin Amerika Serikat dalam rangka menghadiri diskusi American Chambers pada Mei lalu. Diskusi tersebut dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada para investor asing terkait situasi politik dan keamanan di Indonesia.
"Saya yakinkan kepada mereka untuk para pengusaha Amerika, para investor untuk nggak usah takut-takut ke Indonesia. Karena saya bisa melihat situasi itu dengan jernih tanpa ada kepentingan apa pun. Diskusinya sebenarnya hanya sampai di situ," ujarnya.
Sebuah foto Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dengan Co-Founder Asia Sentinel Lin Neumann beredar dengan keterangan foto 'Apakah Istana terlibat dalam fitnah pada SBY?'. Foto tersebut diunggah oleh Wasekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik melalui akun Twitter-nya.
Lin Neumann -- berkacamata, ketiga di belakang -- adalah Co-Founder Asia Sentinel, Blog berbasis di Hongkong yang menyebar kabar bohong tentang SBY dan Partai Demokrat. Di foto ini Tuan Neumann berfoto dengan @GeneralMoeldoko
Apakah Istana terlibat dalam fitnah pada SBY? pic.twitter.com/Vno3YrdppB
— Rachland Nashidik (@RachlanNashidik) September 17, 2018
Moeldoko pun meminta agar Partai Demokrat tak menduga-duga terkait foto itu. Sebab kata dia, pertemuan tersebut sama sekali tak bermuatan politik.
"Jadi nggak ada kaitannya, nggak ada move politik apa pun. Bahwa saya di situ ada Asia Sentinel, ada founder-nya Sentinel saya juga nggak ngerti itu si Neumann itu. Jadi jangan buru-buru baper begitu, menduga begitu kan. Dilihat dulu latar belakangnya seperti apa. Menduga-menduga gimana," ungkapnya.
Moeldoko meminta agar tak mengait-ngaitkan isu yang tengah beredar terkait SBY dengan Istana. Sebab, pertemuannya dengan Lin Neumann merupakan pertemuan undangan sebagai Kepala KSP.
"Saya hanya sebagai undangan, menyampaikan materi. Konteksnya itu, jangan diubah-ubah. Wah Istana ada di belakang. Istana mana lagi itu. Enggak, enggak ada kaitannya sama Istana, sama KSP. Itu saya hanya diundang. Enggak ada yang lain," tambahnya.
Lebih lanjut, Moeldoko kemudian menceritakan pertemuannya dengan Lin Neumann dan para pengusaha asing lainnya yang saat itu berlangsung sekitar 45 menit. Namun dalam kesempatan itu, ia juga mengaku tak berkomunikasi empat mata dengan Neumann.
Selain itu, menurutnya juga tak ada pembahasan terkait kasus Bank Century dalam pertemuan itu. Sebab, kata Moeldoko, dirinya tak memahami kasus tersebut sehingga tak memiliki kepentingan.
"Waktu itu saya juga masih panglima TNI yah, jadi saya kurang paham Century itu, jadi nggak adalah upaya-upaya untuk yang di balik itu semuanya," tambahnya.
Mantan Panglima TNI itupun meminta agar Partai Demokrat menganalisis sesuatu sesuai dengan konteksnya. Ia kembali menegaskan, jika dirinya akan melakukan operasi intelijen maka tak akan meninggalkan bukti.
"Mosok saya tentara, mantan Panglima TNI, melakukan sesuatu yang bodoh begitu, kan nggak mungkin, kalau saya melakukan sesuatu nggak perlu foto-foto dong, ngapain, saya berdua saja sama bapak itu ngomong sesuatu," kata Moeldoko.
Terkait artikel di Asia Sentinel, Partai Demokrat pun melaporkan pencemaran nama baik yang dilakukan Asia Sentinel, ke Dewan Pers. Pencemaran nama baik itu terkait pemberitaan yang menyebut presiden keenam Indonesia SBY terlibat pencucian dana melalui Bank Century.
Artikel Asia Sentinel yang dilaporkan itu berjudul, "Indonesia's SBY Goverment: Vast Criminal Conspiracy". Pemberitaan itu menyebut SBY telah menerima aliran dana gelap sebesar Rp 177 triliun dari Bank Century.