REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memberikan keringanan berupa sejumlah perlakuan khusus kepada nasabah Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang terdampak gempa di Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Namanya orang terkena gempa, pasti usahanya rusak dan bisnisnya mengalami hambatan. Inilah peranan pemerintah untuk membantu mereka dengan merelaksasi ketentuan KUR supaya bisa bangkit lagi," ujar Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir dalam temu media di Jakarta, Selasa (18/9).
Perpanjangan jangka waktu KUR karena restrukturisasi khusus untuk debitur terdampak gempa di NTB antara lain ditujukan bagi kredit modal kerja (KMK) KUR mikro dari tiga tahun menjadi enam tahun dan kredit investasi (KI) dari lima tahun menjadi delapan tahun. Kemudian, relaksasi juga diberikan untuk KMK KUR kecil dari empat tahun menjadi tujuh tahun dan KI dari lima tahun menjadi delapan tahun.
"Supaya ada kelonggaran bagi debitur untuk membayar angsuran pokok dan bunganya, maka itu direstrukturisasi supaya bisnisnya kembali normal," ujar Iskandar.
Restrukturisasi penanganan debitur terdampak gempa dilakukan dengan memberikan perlakuan khusus di luar yang diatur dalam Peraturan Menko Perekonomian Nomor 11 Tahun 2017 dengan acuan POJK Nomor 45/POJK.03/2017. Kemudian, relaksasi ketentuan plafon akumulasi KUR mikro untuk sektor perdagangan (non-produksi) dapat sebesar maksimum Rp 25 juta, yang ditambahkan ke sisa saldo KUR yang direstrukturisasi sesuai dengan penilaian perbankan.
Plafon akumulasi KUR mikro untuk sektor perdagangan dapat sebesar maksimum Rp 25 juta tersebut ditujukan untuk tambahan modal baru supaya dapat memulai usaha setelah terdampak gempa. Sementara relaksasi ketentuan plafon akumulasi KUR kecil dan KUR khusus dapat sebesar maksimum Rp 500 juta yang ditambahkan ke sisa saldo KUR. Kemenko Perekonomian mencatat sebanyak 10.409 debitur KUR terdampak gempa NTB sehingga berpotensi untuk direstrukturisasi.