Rabu 19 Sep 2018 17:13 WIB

Kemenkes: Pemanfaatan Buku KIA Belum Sesuai Harapan

Tingkat keterisian buku KIA hanya sebatas pelayanan kehamilan hingga persalinan.

Red: Friska Yolanda
Posyandu
Foto: ANTARA FOTO/Maulana Surya
Posyandu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan mengatakan pemanfaatan buku kesehatan ibu dan anak (KIA) di Indonesia masih belum sesuai dengan harapan. Tingkat keterisian buku tersebut hanya sebatas pelayanan kesehatan pada masa kehamilan hingga masa persalinan.

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kirana Pritasari mengatakan, kebijakan buku KIA sudah lama ditetapkan. Cakupannya pun cukup tinggi, yaitu 81,5 persen. "Tapi belum memuaskan," kata Kirana dalam jumpa pers di sela-sela sebuah lokakarya di Jakarta, Rabu.

Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional 2016, 81,5 persen ibu hamil memiliki buku KIA, tetapi hanya 60,5 persen yang bisa menunjukkannya. Itu pun dengan tingkat keterisian paling banyak pada pelayanan kesehatan pada masa kehamilan dan bayi baru lahir. 

Pemantauan dan evaluasi yang dilakukan Direktorat Kesehatan Keluarga di sembilan kabupaten/kota, yaitu Toba Samosir, Ogan Komering Ilir, Kota Bandar Lampung, Kota Tangerang, Jakarta Timur, Kota Bogor, Sukoharjo, Nganjuk dan Gowa pada 2016 bahkan menunjukkan hanya 18 persen KIA yang diisi lengkap. "Padahal di KIA ada informasi-informasi yang diperlukan ibu dan anak. Tidak boleh hanya melihat catatan-catatan yang diisi tenaga kesehatan, ibu dan keluarga juga harus memahami pesan-pesan yang ada pada KIA," tuturnya.

Bila ibu dan keluarga sudah memahami pesan-pesan yang ada pada KIA, misalnya tentang jadwal imunisasi anak, orang tua akan rutin membawa anaknya ke layanan kesehatan untuk diimunisasi. Misalnya, kata Kirana, usia anak enam bulan waktunya imunisasi DPT3, sembilan bulan waktunya imunisasi campak.

"Atau setiap Februari dan Agustus anak harus diberi vitamin A," katanya.

Kirana mengatakan pihaknya telah mendorong sekolah-sekolah untuk menanyakan keberadaan buku KIA kepada orang tua saat mendaftarkan anaknya masuk sekolah dasar. Ia menilai hal itu penting untuk melihat pola perkembangan anak.

"Memang Buku KIA belum menjadi syarat masuk sekolah. Kami belum berkeinginan karena kalau ada anak yang tidak memiliki KIA lalu tidak bisa bersekolah," kata Kirana.

Kirana mengatakan meskipun belum menjadi syarat untuk mendaftarkan anak masuk sekolah dasar, setidaknya bila sekolah menanyakan keberadaan KIA maka akan menciptakan kesadaran tentang arti penting buku tersebut pada masyarakat. Hal itu akan membuat orang tua lebih perhatian terhadap tumbuh kembang anak yang dicatat dalam Buku KIA, serta informasi-informasi yang penting bagi kesehatan anak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement