REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- “Sebaik-baik wanita adalah Maryam binti Imran dan sebaik-baik wanita juga adalah Khadijah binti Khuwailid.” Demikian sebagian pujian Rasulullah SAW terhadap Khadijah al-Kubra sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dalam Sahih-nya.
Wajar jika Rasulullah begitu memuji istri pertamanya itu sedemikian tinggi. Khadijah beriman kepada Beliau kala yang lain ingkar. Ia membela perjuangan Nabi dengan pengorbanan tertinggi, menemani Rasulullah dalam suka dan duka, serta memberikan Beliau anak keturunan yang tak didapat dari istr-istri yang lain.
Rasulullah menikahi Khadijah dengan mahar dua puluh unta muda. Saat itu, Khadijah berumur 40 tahun dan Rasulullah menginjak usia 25 tahun. Dialah perempuan pertama yang dinikahi Nabi SAW dan Beliau tidak menikah lagi dengan siapa pun kecuali setelah Khadijah wafat. Dari Khadijah, lahirlah Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah.
Nama lengkapnya, Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qusay. Nasabnya dan Rasulullah bertemu di Qusay. Bedanya, Muhammad SAW keturunan Abdu Manaf bin Qusay, saudara Abdul Uzza.
Khadijah lahir 68 sebelum Hijriyah di sebuah keluarga yang mulia dan terhormat. Ia tumbuh dalam suasana yang dipenuhi dengan sikap dan perilaku terpuji. Cerdas, ulet, tekun, dan penyayang merupakan kepribadiannya yang menonjol.
Khadijah RA adalah sosok wanita yang selalu menjaga muruah, martabat, dan kehormatan. Ia tak seperti wanita Jahiliyah pada umumnya. Ia juga bukan seorang penyembah berhala. Tak heran jika masyarakat di zaman “kebodohan” itu menjulukinya sebagai at-Thahirah (wanita suci). Wanita mulia ini dihormati oleh beragam kalangan; pria-wanita, miskin-kaya, bangsawan-jelata.
Khadijah kerap mendatangi sepupunya—Waraqah bin Naufal—untuk mendapatkan kisah-kisah tentang Bani Israil dan agama Nasrani. Ia bahkan telah mengetahui kabar tentang kenabian di akhir zaman serta berharap suatu saat nanti dapat berjumpa dengan nabi itu. Putri Khuwailid ini juga kerap bertanya kepada Waraqah tentang Allah, Tuhan, dan kekuasaan-Nya.
Walau berprofesi sebagai pengusaha dan sukses dalam bisnis, Khadijah kadang dilanda kegelisahan. Hatinya bertanya-tanya tentang kebenaran, agama, dan risalah kenabian. Ia selalu berpegang pada apa yang kerap disampaikan Waraqah. “Akan datang masanya ketika nabi akhir zaman muncul di Jazirah Arab.”