Kamis 20 Sep 2018 16:29 WIB

Shinzo Abe akan Jadi Pemimpin Jepang Terlama di Zaman Modern

Liberal Democratic Party menang dalam pemilu terbaru Jepang.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Shinzo Abe
Foto: Reuters
Shinzo Abe

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO – Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dipastikan melanjutkan kepemimpinannya hingga 2021. Hal itu menyusul kemenangan partainya, yakni Liberal Democratic Party (LDP), dalam pemilu pada Kamis (20/9). Abe akan menjadi pemimpin Jepang terlama di zaman modern.

Dalam proses penghitungan suara, LDP berhasil memperoleh 553 suara dari 810 suara yang diperebutkan. Sementara penantang Abe, yakni mantan menteri pertahanan Jepang Shigeru Ishiba hanya mengumpulkan 254 suara. Totalnya terdapat 807 suara yang sah.

Pemilu itu diputuskan oleh anggota parlemen dan anggota partai pangkatnya, dengan masing-masing menguasai setengah dari total suara. Karena LDP memiliki mayoritas di kedua majelis parlemen, pemimpin partai secara otomatis menjadi pemimpin negara.

Pemilu Jepang digelar setelah adanya perubahan peraturan tentang masa jabatan perdana menteri. Sebelumnya, masa jabatan perdana menteri dibatasi hanya dua periode (per periode 3 tahun). Namun, kini dimungkinkan untuk menjabat sebagai perdana menteri selama tiga periode berturut-turut.

Jika Abe tetap menjabat sebagai perdana menteri hingga November 2019, ia akan menjadi pemimpin Jepang terlama di zaman modern. Sebab itu akan menjadi periode ketiganya menjadi perdana menteri. Sebelum dia telah tertoreh nama Taro Katsura yang memimpin Jepang selama 2.886 hari di awal abad ke-20.

Dalam sebuah wawancara khusus dengan The Sankei Shimbun pada 1 September lalu, Abe pernah mengutarakan misi-misinya bila kembali terpilih sebagai perdana menteri Jepang periode 2019-2021. “Saya bertekad untuk menjalankan tugas membangun negara baru,” kata Abe ketika ditanya apa yang menjadi tujuannya bila kembali terpilih sebagai perdana menteri. 

Terdapat beberapa misi yang hendak dilaksanakannya. Pertama, membangun hubungan dengan Cina. Ia mengatakan hubungan Jepang dengan Cina telah kembali ke jalur normal setelah Perdana Menteri Cina Li Keqiang mengunjungi Tokyo pada Mei lalu.

Ia mengatakan telah menjadwalkan kunjungan ke Beijing pada akhir Oktober. “Saya menantikan untuk mengunjungi Cina dan saya juga ingin mengundang Presiden Cina Xi Jinping ke Jepang,” ujarnya kepada Sankei Shimbun.

Kemudian perihal Kepulauan Senkaku yang berada di bawah yurisdiksi Ishigaki di Prefektur Okinawa, Abe menyatakan akan tetap melindungi kepulauan itu dari klaim teritorial Cina. “Mereka bagian integral dari wilayah Jepang. Kami telah mengingatkan, baik Perdana Menteri Li maupun Presiden Xi lebih dari sekali bahwa Beijing tidak boleh salah menafsirkan tekad Jepang untuk masalah ini,” kata Abe.

Ia pun berencana untuk menciptakan hubungan positif dengan Korea Utara walaupun terdapat masalah yang belum terselesaikan. Masalah itu merujuk pada kasus penculikan warga Jepang oleh agen Korut. Menurutnya, masalah itu telah dibiarkan begitu saja dalam jangka waktu yang lama. “Saya bertekad menyelesaikan masalah penculikan saat saya menjabat sebagai perdana menteri,” ucapnya.

“Saya dengan penuh semangat berharap untuk mengambil langkah maju untuk memecahkan penghalang saling tidak percaya (antara Jepang dan Korut) seperti yang ditunjukan oleh tanda-tanda mencairnya hubungan antara Washington dan Pyongyang,” kata Abe menambahkan.

Guna mewujudkan hal tersebut, memang perlu ada pembicaraan tatap muka dengan pemimpin Korut Kim Jong-un. Bila nanti Abe mendapat kesempatan tersebut, ia akan tetap mendesak Kim mengajukan solusi atas masalah pencuilikan warga Jepang oleh agen Korut.

Abe turut menyoroti perihal perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat (AS). “Perbedaan antara pembicaraan bilateral (seperti yang diminta Presiden AS Donald Trump) dan gagasan inisiatif TPP (Trans-Pasific Partnership) tidak lain adalah perbedaan dalam metodologi. Presiden Trump dan saya sudah pasti berbagi tujuan memperluas perdagangan dan investasi dengan cara yang menguntungkan kedua negara,” ujarnya.

“Tidak mungkin ada keramahan pribadi yang diutamakan daripada kepentingan nasional atau mengarah kepada erosi kepentingan nasional. Mampu berbicara dengan tulus satu sama lain, tentunya menguntungkan untuk melindungi kepentingan nasional,” kata Abe menambahkan.

Lalu terkait situasi di dalam negeri, Abe menekankan tentang perlunya merevisi konstitusi. Ia telah lama menganjurkan perlunya memiliki keberadaan pasukan pertahanan dan secara eksplisit termaktub dalam konstitusi guna mengakhiri kontroversi konstitusi SDF. “Publik, tentu saja, memiliki pendapat yang menentukan mengenai kebijaksanaan merevisi konstitusi,” kata dia.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement